Ilustrasi (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Ini Cara Ampuh Mengatasi El Nino

Ade Hapsari Lestarini • 02 Oktober 2015 11:11
medcom.id, Jakarta: Indonesia sedang dihadapkan pada bencana alam el nino. Kekeringan pun melanda sejumlah wilayah hingga menyebabkan kekeringan. Namun, ada cara ampuh untuk mengatasi kekeringan akibat el nino tersebut.
 
Pakar hidrologi UGM Agus Maryono mengatakan, el nino ataupun kekeringan merupakan bencana yang berulang, sehingga disarankan agar digunakan pendekatan berbasis ekoregion. Untuk pencegahannya, baik desa maupun kota harus dilihat dalam perspektif sebagai bagian dari daerah aliran sungai (DAS). Sebagai bagian dari DAS, tempat tersebut harus mengelola air hujan dengan konsep tampung, resapkan, alirkan, dan pelihara.
 
Masyarakat di desa, kata dia, harus bisa mengelola air hujan pada musim penghujan. Dengan menangkal dan menanam air hujan, dampak el nino bisa dikurangi. Masyarakat bisa menampung air hujan melalui tangki, ember atau membuat danau buatan.

"Air ditampung dulu, untuk jadi air bersih, sisanya diresapkan dan dipelihara. Hindari kekeringan di hulu dan hilir. Kita bisa mengelola air sungai untuk menanggulangi kelangkaan air saat kemarau panjang. Sungai direstorasi pembangkit listrik mikrohidro," kata Agus, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/10/2015).
 
Menurut dia, di Jakarta, 75 persen lahan bangunan beratap. Jika semua warga bisa menampung air hujan, maka bisa ditampung mencapai 600 juta meter kubik. Di mana setiap satu hektare (ha) lahan bisa menampung 325 meter kubik.
 
"Jika kemarau panjang, sangat bermanfaat. Korea, Jepang dan negara lain mulai menerapkan hal ini. Mereka mengembangkan beberapa model bak tampung. Bahkan di Queensland, semua rumah menggunakan air hujan untuk mandi. Mereka punya tangki menangkap air hujan. Jakarta juga harus mulai menerapkan langkah ini," jelasnya.
 
Industri juga diimbau menerapkan konsep itu.  Hingga air yang masuk ke kota bisa ditanggulangi. Pengelolaan danau dan situ di pemukiman perlu dilakukan. Tanah yang tidak terpakai bisa untuk membuat danau buatan. Juga harus dipastikan volume air tidak berkurang, meskipun kemarau berkepanjangan.
 
Masyarakat bisa menanam pohon dan rumput gajah dan perdu di sekeliling danau. Ketika kemarau panjang, meski terjadi penguapan volume air akan tetap terjaga.
 
"Ini bukan pekerjaan yang sulit.  Kampanye harus dilakukan. Saluran drainase bisa dibuat cascade. Air hujan bisa diresapkan. Masyarakat bisa membuat sumur resapan di rumah sendiri," ujarnya.
 
Selain DAS, kata Agus, Indonesia juga perlu memulai restorasi sungai. Adapun sungai-sungai kecil harus dibendung, ketika kering, bisa sebagai cadangan air. "Masyarakat bisa melakukan ini. Sungai sebaiknya jangan pakai beton, hingga air bisa meresap," kata Agus.
 
Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Kukuh Ribudiyanto sempat menjelaskan bahwa kondisi kekeringan di Kalimantan dan Sumatera ini juga dipengaruhi oleh siklon tropis selain el nino yang tidak separah pada 1997 lalu.
 
"Itu lebih parah pada 1997, ketika itu suhu permukaan laut lebih dingin di wilayah perairan Indonesia dan dampaknya lebih luas, kebakaran hutan ini terjadi karena kekeringan di Sumatera dan Kalimantan yang dipengaruhi el nino dan juga fenomena siklon tropis yang ada di Utara Indonesia sekitar Filipina sehingga di Kalimantan Tengah, Timur dan Sumatera Jambi curah hujan lebih berkurang karena ada siklon tropis," jelas Kukuh.
 
El nino merupakan naiknya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik sekitar ekuator, khususnya di sekitar Cile dan Peru, yang diikuti dengan turunnya suhu permukaan air di beberapa wilayah perairan Indonesia. Dampaknya adalah terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah Indonesia. Kekeringan menjadi salah satu menyebabkan berbagai kawasan rentan mengalami kebakaran karena adanya intervensi manusia, baik di sengaja ataupun tidak.
 
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan gejala alam el nino masih akan terjadi hingga November. Kebakaran hutan pun masih terus diwaspadai.
 
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, saat ini terdapat 85 titik panas atau hotspot yang terpantau di Sumatera, tersebar di wilayah Jambi, Sumatera Selatan dan Pekan Baru, Rengat, Pelalawan sehingga membuat jarak pandang terbatas.
 
"Ancamannya sampai November nanti, di Sumatera dan Kalimantan, asap juga cukup pekat dan sudah berlangsung selama satu minggu, dan karena terbawa angin juga masuk ke wilayah Batam dan juga Singapura," papar Sutopo.
 
Data BNPB menyebutkan, ancaman kebakaran hutan tidak hanya di hutan Sumatera dan Kalimantan, tetapi juga di kawasan hutan yang berada di lereng Gunung Merbabu yang terletak di empat kota di Jawa Tengah dan Gunung Watangan Puger di Kabupaten Jember. Namun, kata Sutopo, BNPB telah berhasil mengatasi kebakaran yang terjadi di Gunung Merbabu Jawa Tengah.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan