Hasil kajian tersebut akan dijadikan pedoman bagi pemerintah dalam menggulirkan proses revisi UU Ketenagakerjaan.
"Pemerintah sebisa mungkin mempertemukan masing-masing dari kepentingan itu agar bisa win-win solution. Soal proses berapa lama, kapan dan sebagainya, belum bisa disampaikan," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Juli 2019.
Menaker Hanif mengatakan saat ini banyak kepentingan berbeda dan bertentangan yang membuat usulan revisi UU itu belum menemukan titik akhir.
Pada UU Ketenagakerjaan dinilai terdapat pasal-pasal tertentu yang sangat disukai pengusaha, namun tidak disukai pekerja. Ada juga pasal-pasal tertentu yang disukai pekerja, tapi tidak disukai pengusaha.
"Nah, kita harus mencari solusi agar seluruh konstruksi hukum dalam UU Ketenagakerjaan dapat menyenangkan semua pihak, meski tidak optimal. Diharapkan dalam implementasinya benar-benar berjalan," kata Menaker Hanif.
Usulan revisi UU Ketenagakerjaan mengemuka karena di samping sudah dilakukan judicial review (uji materil) di Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 30 kali, UU tersebut masih banyak 'bolongnya.'
Tidak hanya itu, tantangan masa depan dalam proses bisnis banyak terjadi perubahan, sehingga memengaruhi dari sisi ketenagakerjaan.
"Alasan itu di antaranya, memang kita membutuhkan perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Kita masih cari masukan dari semua pihak seperti dunia usaha, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat," katanya.
Ekosistem ketenagakerjaan saat ini, kata Menaker, seperti kanebo kering, terlalu kaku. Hal ini sangat berdampak pada proses pencarian kerja.
"Mau cari pekerja ber-skill susah. Proses hubungan industrial terkesan kurang mengarah kepada apa yang disebut menang-menangan, sehingga masing-masing bertolak dari kekuatan atau power relations, bukan human relations," ucap Menaker Hanif.
Selain menyerap aspirasi dari dunia usaha dan pekerja, langkah Kemnaker untuk merevisi UU Ketenagakerjaan itu dilakukan juga dengan melakukan studi perbandingan dengan beberapa negara lain agar ekosistem ketenagakerjaan Indonesia bisa lebih kompetitif.
Contohnya, Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih bagus produktivitasnya dibandingkan tenaga kerja Vietnam. Tapi kalau bicara perang dagang antara Tiongkok melawan Amerika, salah satu dampaknya adanya relokasi sejumlah perusahaan dari Tiongkok ke sejumlah negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id