Tembakau. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.
Tembakau. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

Pemerintah Diimbau Konsisten Jaga Penerimaan di Sektor Industri Tembakau

Husen Miftahudin • 15 Juni 2016 19:45
medcom.id, Jakarta: Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi mendahulukan kepentingan nasional dalam pengaturan pengendalian tembakau dengan tidak serta merta mengikuti tren untuk meratifikasi konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
 
Ketua Umum AMTI Budidoyo mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung langkah pemerintah yang akan mencari solusi seimbang antara perlindungan kesehatan dengan kelangsungan hidup para petani tembakau dan buruh pabrikan tembakau.
 
"AMTI berharap pemerintah tetap konsisten untuk tidak melakukan ratifikasi FCTC. Ini mengingat penerimaan cukai di sektor industri tembakau merupakan yang terbesar dan menyokong besar pendapatan negara," ujar Budidoyo dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (15/6/2016).

AMTI berpandangan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah yang tepat dalam mengatur industri hasil tembakau nasional sesuai dengan permasalahan dan realita yang ada di Indonesia dengan menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012. Peraturan ini telah mempertimbangkan aspek perlindungan kesehatan masyarakat dan anak, serta tetap menjamin keberlangsungan industri tembakau nasional.
 
"Ini sama halnya dengan yang dilakukan oleh negara-negara seperti Amerika, Swiss, Kuba, Maroko, dan Argentina yang juga memiliki kepentingan untuk melindungi industri hasil tembakaunya. Negara-negara tersebut juga tidak melakukan ratifikasi/aksesi FCTC, namun menerapkan peraturan nasional di negaranya masing-masing," tegas dia.
 
Dia berharap agar pemerintah berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang telah lebih dahulu mengadopsi FCTC. Pasalnya, ungkap dia, negara-negara tersebut kerap ditekan untuk menerapkan aturan-aturan ekstrim yang bersumber pada pedoman FCTC.
 
"Mereka ditekan soal aturan kemasan polos, pelarangan penggunaan cengkeh dalam rokok, dan yang paling mengkhawatirkan konversi tanaman tembakau. Aturan-aturan tersebut akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta mematikan IHT (Industri Hasil Tembakau) nasional dan jutaan orang yang mendapatkan nafkah dari industri ini," keluhnya.
 
Ratifikasi FCTC dinilai perwujudan ketidakadilan terhadap kelompok petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja, serta para pedagang produk hasil tembakau yang menggantungkan kehidupannya pada industri hasil tembakau nasional.
 
"Dilihat dari sisi ekonomi, tenaga kerja, pendapatan negara, maka semua aturan FCTC sama sekali tidak berpihak pada Indonesia karena bakal buat ekonomi nasional melambat," pungkas Budidoyo.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan