"Faktanya dari data, di sana ada perkampungan, ada sawah juga di sana. Faktanya masih banyak hak atas tanah di sana. Cukup banyak mungkin 30 persen," kata Budi, ditemui di Gedung Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Selatan, Selasa 22 Agustus 2017.
Menurut Budi, seharusnya pihak dari Meikarta harus menyelesaikan akuisisi lahan tersebut setelah itu baru bisa membangun bahkan memasarkan produknya ke masyarakat. Jika tidak secepatnya direalisasikan, hal itu bisa menjadi masalah kedepannya.
"Jadi harus diselesaikan dulu, bahkan teman-teman kami sudah panggil teman-teman Meikarta. Mana master plannya, di mana batas tanahnya, itu yang belum putus," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Daryanto menjelaskan, seluruh lahan di Meikarta memang sudah dimiliki Lippo Group, tapi terpecah-pecah lewat anak usaha lainnya.
"Walaupun belum semuanya atas nama Lippo, tapi ada nama beberapa PT. Faktanya Lippo sudah menyampaikan ke kami dia memiliki itu, walaupun HGB-nya belum atas nama Lippo. Mungkin anak perusahaan tapi Lippo juga," kata Daryanto.
Pemkab Bekasi sendiri telah memberikan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), tapi hanya untuk lahan seluas 84,6 hektare (ha). Meski begitu, pemberian IPPT tersebut diakuinya atas nama beberapa pihak.
Walaupun mendapatkan izin IPPT, Daryanto menekankan, seharusnya pengembang dari Meikarta belum bisa membangun proyek tersebut. Karena setelah izin IPPT, ada izin kepemilikan Amdal, dan IMB. "Setelah itu beres, baru pembangunan bisa dilakukan," tukas Daryanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News