Jika memang harus ada kenaikan, jumlahnya pun diprediksi tidak akan melonjak drastis seperti yang disebutkan. Terlebih, di tahun ini saja tarif cukai rokok juga sudah mengalami kenaikan sebanyak 11,19 persen.
"Ide atau wacana kenaikan rokok hingga Rp50.000 per bungkus itu tidak berangkat dari kajian yang benar. Pasalnya pengkaji ide wacana itu juga tidak memikirkan subsitusi dari industri hasil tembakau," kritik Yustinus, melalui keterangan resminya, di Jakarta, Senin (22/8/2016).
Ia menambahkan jika harga rokok melonjak sedemikian tinggi maka akan ada dua akibat yang sama-sama buruk. Pertama, industri sudah pasti akan mengalami penurunan karena kebutuhan anjlok, yang berujung pemerintah tidak mendapat pemasukan cukai.
Kedua, kenaikan harga setinggi itu akan memicu kenaikan peredaran rokok ilegal. "Sudah tak dapat cukai, pengendalian tidak juga berjalan," imbuhnya.
Yustinus menambahkan, jika kebijakan harga Rp50 ribu diberlakukan akan punya dampak dari hulu ke hilir dan mulai dari petani hingga pengecer. "Ini bukan soal industri memberi dampak buruk atau tidak, substitusi pengganti IHT tidak ada, apakah juga dipikirkan enam juta pekerja di IHT bisa dipindahkan ke sektor lain," tegasnya.
Pemerintah, menurut Yustinus, jika berani menaikkan harga hingga Rp50.000 maka sejatinya menegasi diri sendiri. Sebab, di tengah ekonomi yang sulit, justru malah menyulitkan industri yang berujung pada pengurangan tenaga kerja secara drastis.
"Sekali lagi, ketika rokok ilegal makin marak, kebijakan salah, sudah pasti tidak ada penerimaan cukai ke negara," tegasnya.
Menaikkan harga rokok dengan mekanisme perbandingan harga di negara lain, seperti Singapura, jelas sangat tidak fair. Katakan harga rokok di Singapura lebih dari Rp100 ribu per bungkus, dari sisi pendapatan per kapita masyarakat, jelas sangat jauh jika dibandingkan pendapatan per kapita masyarakat di Indonesia.
"Perbandingan berdasarkan harga itu simplifikasi tidak fair," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Yustinus, selama ini juga tidak menjalankan roadmap yang disusun sendiri. Tiga poin roadmap berkaitan pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja, tidak pernah dieksekusi secara pararel simultan supaya ada transisi yang mulus. Selalu saja, beban industri yang dinaikkan.
"Di sisi lain, alternatif pengganti IHT yang sangat besar tidak ada, tidak disiapkan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id