Namun sayangnya, distribusi gula rafinasi tak diawasi secara ketat oleh pemerintah, sehingga banyak gula rafinasi merembes ke pasaran. Parahnya lagi, gula rafinasi tersebut kini dikuasai oleh segelintir kelompok, sehingga industri mamin lain sulit mendapatkan gula tersebut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Gula Tepung Indonesia (APEGTI) Natsir Mansur mengakui hal tersebut. Menurut dia, dengan penguasaan gula rafinasi oleh satu kelompok tersebut membuat beberapa industri mamin bangkrut dan menutup perusahaan mereka akibat tak ada pasokan gula untuk kebutuhan industri mereka.
"Para industri sudah sulit mendapatkan gula. Harga juga tinggi, akhirnya industri tutup. Yang menikmati kebijakan pergulaan GKP (Gula Kristal Putih) dan GKR (Gula Kristal Rafinasi) hanya konspirator gula nasional saja," ujar dia melalui pesan singkat yang diterima Metrotvnews.com, Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Seperti diketahui, industri gula rafinasi setiap tahunnya membutuhkan raw sugar untuk memproduksi gula rafinasi sebanyak 2,8 juta-3,2 juta ton. Namun Kementerian Perdagangan (Kemendag) tak memberi izin impor secara keseluruhan, melainkan diberikan secara bertahap untuk menghindari adanya impor secara berlebih. Tahun ini sendiri, Kemendag hanya beri izin impor sebesar 2,8 juta ton.
Menurut data Kemendag, hingga saat ini pemerintah telah mengeluarkan izin raw sugar sekitar 1,62 juta ton. Izin tersebut diberikan untuk kuartal I dan II. Kuartal I, Kemendag memberikan izin impor sebesar 672 ribu ton, sedangkan kuartal II diberikan izin gula mentah sebanyak 945 ribu ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News