"Kriterianya menurut saya yang paling penting kredibel, kompeten, dan mau kerja sama dalam sistem bahu membahu, jangan sendiri-sendiri," kata Faisal ditemui usai menghadiri diskusi di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 10 Oktober 2019.
Faisal mengaku pembantu Presiden Jokowi di periode pertama belum harmonis. Bahkan ia mengkritik keras sikap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang dinilai kerap memainkan peran potong kompas.
"Pertanian ke kiri perdagangan ke kanan atau sebaliknya. Kemudian namanya menko itu bukan menteri pengambilalihan, nah ini jenis Luhut Panjaitan baiknya tidak digunakan lagi lah sama Pak Jokowi," ungkap Faisal.
Sebagai sosok negarawan, kata Faisal, Presiden Jokowi juga harus mampu meredam tekanan dari partai politik pengusung dan kekuatan tertentu untuk memilih sosok yang tepat di kementerian sektor ekonomi. Kepentingan membangun bangsa lebih utama dibanding hanya sekedar bagi-bagi jabatan untuk membayar janji politik.
"Mau politisi, akademisi, profesional yang penting kredibel dan kompeten mau kerja sama dalam sistem, tidak seenaknya seperti yang terjadi pada Luhut," ucapnya.
Perombakan di kabinet periode kedua Presiden Jokowi juga perlu memperhatikan evaluasi periode sebelumnya. Faisal melanjutkan, pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target perlu menjadi cambuk agar dilakukan perbaikan besar.
"Pertumbuhan ekonomi jeblok dari target tujuh persen tapi hanya terealisasi lima persen, neraca perdagangan memburuk, faktor eksternal memburuk dan hutang melebihi dari rencana," paparnya.
Pemerataan pembangunan juga masih jadi sorotan yang realisasinya masih jauh dari terget. Porsi serapan anggaran, kata Faisal, wilayah Indonesia Timur masih tetap kalah realisasinya ketimbang di Pulau Jawa.
"Sebanyak banyak uang digelontorkan ke daerah atau ke Indonesia Timur itu jauh lebih besar dari uang yang digelontorkan di Jawa, itu koreksi saya karena masih Jawa sentris," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News