Direktur Eksekutif Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Rubiyanto mengatakan, pembatalan wajib SVLK itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 89 Tahun 2015 tentang Ekspor Produk Kehutanan. Sebenarnya, SVLK menjamin legalitas kayu yang dipersyaratkan pasar Eropa, sehingga pengusaha bisa dengan mudah masuk pasar Eropa.
Dia mengungkapkan, dengan tidak diberlakukannya SVLK untuk produk furnitur membuat Uni Eropa menunda implementasi Voluntary Partnership Agreement Forest Law Enforcement Governance and Trade (VPA FLEGT) dengan Uni Eropa tertunda. Padahal, awalnya VPA FLEGT akan dilakukan per 1 Januari, namun karena keluar Permendag 89 diundur jadi per 1 April.
"Tapi, jika Permendag 89 tidak diubah, maka penetapannya akan mundur lagi. Kalau penerapan VPA FLEGT ini terus ditunda, maka pengusaha akan rugi karena harus membayar USD2.000-USD2.500 per invoice," ujar Rubiyanto dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Pemerintah, kata dia, masih bisa meningkatkan ekspor dalam negeri bila kembali memberlakukan wajib SVLK. Terlebih saat ini banyak pengusaha produk-produk hasil kayu yang telah memiliki SVLK.
"Dulu kan katanya wajib, jadi anggota saya 100 persen sudah punya (SVLK) karena kita mendukung pemerintah. Jadi sangat disayangkan jika SVLK dihapuskan," pungkas Rubiyanto.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong mengeluarkan Permendag 89/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan yang didalam beleid tersebut dijelaskan bahwa 15 pos tarif produk kehutanan sudah tidak lagi diwajibkan menggunakan SVLK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id