"Ya tidak apa. Harus rela. Jabatan direksi itu jabatan amanah. Kalau yang memberi amanah sudah mencabut ya kenapa," ujar Choliq, usai melakukan konferensi pers, di Ruang Media Center, Gedung Utama Kementrian PUPR, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Dalam kesempatan itu, ia menyesal telah mengesampingkan aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan lebih fokus pada peningkatan proyek yang mencapai nilai Rp10 triliun sampai Rp15 triliun.
"Mohon maaf karena kecelakaan kerja paling banyak terjadi di Waskita Karya. Saya 35 tahun di keuangan. Jadi yang ada di belakang kepala saya adalah kalau mau jadi perusahaan besar maka cari proyek sebanyak-banyaknya dan sediakan uang secukupnya untuk memulai proyek. Itu membuat K3 sedikit terlupakan," tuturnya.
Meski demikian, ironis sebelum kejadian ambruknya proyek bekisting pierhead tol Bekasi Cawang Kampung Melayu yang senilai Rp7,23 triliun telah menimpa tujuh pekerja, pihaknya tidak menyadari peningkatan nilai produksi tidak berimbang dengan SDM Waskita Karya.
"Jujur sebelum ini terjadi, merasanya tidak seperti itu. Seperti orang naik sepeda motor biasanya 20 km per jam sampai 100 km kok masih kurang. Setelah jatuh baru sadar," tutur Choliq.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang menegaskan, perombakan dalam RUPS nanti sebagai pelajaran untuk menjalankan perusahan agar lebih baik.
"Iya, untuk pelajaran juga untuk yang lain. Yang penting perusahan semakin besar dan tidak sadar bahwa secara manajemennya tidak berubah. Itu yang harus dibenahi," pungkas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News