Dia pun bersyukur dapat menjadi seperti sekarang karena bimbingan para bapak dan ibu guru semasa sekolah yang selalu memberinya ruang kebebasan untuk belajar. Tak salah apabila Susi dianggap sebagai sosok pembelajar mandiri yang menginspirasi para pendidik.
"Semua orang tahu pendidikan saya secara formal hanya sampai kelas dua SMA. Tetapi saya ingat semalam, saat di TK, SD, SMP, dan SMA, saya punya guru-guru yang penuh semangat memberikan kesenangan dan kesukaan untuk terus belajar," ujarnya di depan para guru yang hadir di acara Temu Pendidik Nusantara di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurutnya, tanpa semangat belajar yang ditularkan para guru sebagai pendidik serta tanpa kebebasan untuk bertanya, bereksperimen, anak-anak tidak akan berkembang. Padahal, ujar Susi, mereka dilahirkan dengan keingintahuan.
"Kita manusia terlahir dengan satu kekhususan dibandingkan makhluk Tuhan lainnya adalah kelebihan akan keinginan termasuk keingintahuan. Kalau guru tidak mampu memberikan semangat kepada anak-anak untuk suka belajar, memberikan kebebasan untuk bertanya, bereksperimen, anak-anak akan tidak berkembang," paparnya.
Perempuan kelahiran Pangandaran, 15 Januari 1965 itu mengatakan seseorang akan belajar apabila tanpa paksaan dan hal itu tidak akan mungkin timbul tanpa adanya minat. Menurutnya minat belajar harus terus dipupuk sebagai pemicu untuk mengetahui dan bertanya.
Dengan cara itulah seorang anak, imbuhnya, dapat dibawa pada kebenaran yang logis serta pemikiran yang rasional. Oleh karena itu, dia berpesan agar para pendidik dan orangtua tidak membatasi keingintahuan anak.
"Terkadang ada norma-norma yang membatasi kita untuk tumbuh secara mandiri dan punya keberanian. Punya keberanian sangat penting. Kalau tidak dia akan tergantung pada orang lain dan tidak bisa hidup mandiri."
Dia menyampaikan, kenakalan anak-anak ialah bagian dari kreativitas. Orangtua dan guru jangan terlalu membatasi mereka dengan norma-norma. Namun, memberikan kebebasan kepada anak-anak bukan berarti tidak membekali mereka dengan pelajaran budi pekerti.
"Manner is matter (sopan santun itu penting). Tanpa itu terjadi kegaduhan di sana-sini seperti korupsi yang mengganggu sendi-sendi dan keberhasilan bangsa kita. Etika dan budi pekerti ini yang sering ditinggalkan. Korupsi kan seharusnya malu," tegas ibu Nadine Kaiser, Alvy Xavier, dan Panji Hilmansyah itu.
Jangan Kalah Saing
Era globalisasi yang begitu cepat mendorong semua hal menuju perubahan. Perkembangan teknologi dan informasi tidak dapat dibendung. Susi menyampaikan, itu merupakan tantangan tersendiri khususnya di dunia pendidikan dan bagi para guru yang sangat berperan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Para guru dituntut untuk belajar hal baru dan berinovasi. "Pada dasarnya semua anak bisa, kita memberikan kesempatan dan kebebasan dengan bimbingan, seorang anak dapat menjadi apa pun. Guru belajar, saya yakin kualitas pendidikan Indonesia akan meningkat. Kurikulum juga harus diubah jangan sampai 30 tahun lalu masih ada di kelas-kelas. Lapangan kerja akan berubah karena ada digitalisasi jadi yang diperlukan adalah orang-orang yang mandiri. Digitalisasi akan mengurangi interaksi orang dengan orang lain." (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News