Namun demikian, banyak kalangan yang menilai bahwa penerapan peraturan tersebut mengebiri pendapatan kalangan pengusaha khususnya pengusaha batu bara.
Bahkan, Ketua Komite Tetap Mineral Kadin Poltak Sitanggang, menyebut penerapan peraturan tersebut hanya retorika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdalih demi kepentingan dan keuntungan negara.
Padahal, janjinya kepada pengusaha pertambangan terkait akan memasok listrik sesuai kebutuhan smelter dalam melakukan pemurnian hingga saat ini pun masih sekadar janji manis belaka.
"Kita buat power plan sendiri (terhadap penambangan), padahal smelter kita sudah ada yang selesai sejak tiga tahun lalu. Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak merealisasikan janjinya terhadap tata kelola pertambangan tanah air kita," ucap Poltak dalam diskusi Kadin, di Menara Kadin Indonesia, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/8/2014).
Poltak menjelaskan, retorika ini karena pemerintah tidak menyediakan infrastruktur yang memadai terhadap pertambangan. Bahkan, hal ini menyebabkan 10 juta orang yang bekerja di pertambangan harus angkat kaki dari pekerjaannya.
"Pemerintah hingga saat ini tidak bisa memenuhi kebutuhan energi untuk smelter. Itu hanya retorika. Celakanya mereka sudah mencabut hak mendapat pekerjaan dari masyarakat Indonesia. Ini sudah terbukti dan bahkan 10 juta dari pertambangan kehilangan pekerjaan dari hasil pertemuan kita," ungkap Poltak.
Selain itu, Poltak menyebut bahwa dalam implementasi UU Minerba ini tidak ada integrasi antara aturan dan tujuan. Sehingga akhirnya aturan ini hanya menghambat optimalisasi tata kelola industri pertambangan.
Maka dari itu ia berharap penuh pada pemerintahan selanjutnya yang sebentar lagi akan menggeser pemerintahan sekarang agar bisa menyelesaikan semua masalah pertambangan termasuk masalah renegosiasi kontrak mineral.
"Pemerintahan baru nanti di 100 hari pertama harus bisa menyelesaikan masalah yang ada sekarang, seperti kontrak mineral," pungkas Poltak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News