"Maka itu, diperlukan keseriusan pemerintah untuk mengelola sektor ini agar dapat menjadi penopang bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Letjen TNI (Marinir) Purn Nono Sampono selaku anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Nono menjelaskan, sejak merdeka sampai zaman reformasi, NKRI belum mengubah paradigma pembangunan ke arah maritim. Memang ada Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun dukungan anggaran untuk mengelola potensinbesar maritim masih relatif kecil, apalagi jika melihat anggaran di provinsi yang karakteristiknya merupakan daerah laut seperti Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung dan Sulawesi Utara.
"Porsi anggaran pembangunan yang didistribusikan pemerintah pusat selama ini tidak menghitung faktor potensi kelautan yang harus digali tetapi masih terpaku pada pembangunan infrastruktur di darat baik jalan tol, bendungan, maupun irigasi," ujar Nono.
Menurutnya, porsi anggaran yang minim ini disebabkan karena faktor jumlah penduduk masih menjadi faktor dominan dalam distribusi anggaran sehingga praktis provinsi kepulauan, apalagi di wilayah Timur Indonesia dengan jumlah penduduk sedikit tetap mendapat porsi yang sedikit. "Indonesia akan menjadi negara besar jika mengubah paradigma pembangunan ke arah maritim," tukasnya.
Dia menambahkan, negara-negara besar di dunia tidak satupun mau melepaskan kepentingan nasionalnya di laut karena mereka sadar adanya potensi besar di laut, dari potensi hayati sampai kandungan mineral seperti emas, minyak dan gas. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok bahkan membuat inisiatif mengenai keamanan laut mereka dan membuat armada yang kuat untuk mengamankan kepentingan atas laut teritorial mereka.
"AS bahkan tidak segan-segan memasuki wilayah negara lain kalau ada kapal dagangnya yang diganggu, seperti pada pembajakan kapal AS di Somalia," ucapnya.
Nono menilai, ada beberapa hal yang perlu dibuat agar kejayaan maritim Indonesia bisa diraih kembali, yakni dengan mewujudkan kesetaraan anggaran pembangunan dan dukungan untuk program poros maritim global. Menurutnya, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun, namun kontribusi sektor kelautan baru mencapai sekitar 18,6%.
"Padahal kontribusi sektor kelautan bisa diakselerasi sampai enam kali dari total APBN yang sudah menembus Rp2.000 triliun. Tentunya akselerasi ini bisa dicapai apabila porsi anggaran kemaritiman dioptimalkan," ujarnya.
Dia berharap politik anggaran pemerintahan Jokowi-JK juga mendukung pengembangan potensi kelautan di daerah sehingga daerah dengan potensi kelautan yang melimpah bisa mendapatkan porsi anggaran pembangunan yang besar. "Saya yakin anggaran besar untuk daerah dengan potensi kelautan akan menjadi akselerasi pembangunan di daerah, bisa mendatangkan devisa yang lebih besar dan akan meningkatkan pajak pembangunan yang signifikan," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menargetkan pada periode 2015-2019 pertumbuhan sektor perikanan mencapai tujuh persen per tahun. "Sayangnya ada beberapa hal yang menjadi ganjalan terhadap potensi kelautan di Indonesia. Antara lain adalah keterbatasan anggaran dalam pengelolaan sektor kelautan," kata Yugi.
Menurut Yugi, keterbatasan anggaran di Kementerian Perikanan dan Kelautan juga menjadi salah satu yang mengganjal pengembangan potensi kelautan. Dia membandingkan, anggaran negara untuk sektor perikanan ada di kisaran Rp6-7 triliun per tahun. Sedangkan anggaran di sektor pertanian mencapai Rp20 triliun/tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News