Namun demikian, pembelian gabah di harga tersebut telah membuat anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) atau TPS Food menjalankan oligopoli atas ketersediaan gabah di wilayah-wilayah tersebut. Tuduhan tersebut pun dinilai sangat tidak masuk akal.
Pasar oligopoli adalah pasar yang hanya terdiri atas beberapa penjual untuk suatu barang tertentu, sehingga antara penjual yang satu dengan yang lainnya bisa memengaruhi harga.
Direktur sekaligus Juru Bicara AISA Jo Tjong Seng menyatakan, kapasitas pabrik penggilingan IBU yang ada di Bekasi hanya delapan persen dari total potensi panen yang ada di Bekasi, Subang, dan Banten.
"Kami jelaskan, penggilingan kami tidak lebih delapan persen dari potensi daerah sekitar pabrik kami yang ada di Bekasi. Kami serap sebagian kecil dari panen yang ada, logika ini tidak mungkin penggilingan lain tidak kebagian," ungkap dia, ditemui saat public expose perseroan di Gedung BEI, SCBD Sudirman, Jakarta, Selasa 25 Juli 2017.
AISA pun, lanjut dia, juga dituduh menjalankan monopoli penjualan produk beras. Tuduhan itu juga tidak benar, karena pangsa pasar IBU hanya di bawah satu persen dari total konsumen beras secara nasional tiga juta ton per bulan.
"Ini masih jauh dari kemungkinan ke arah monopoli atau oligopoli. Ini menurut pemahaman kami dengan bandingkan pangsa pasar dan total konsumsi nasional," tegas dia.
Walaupun demikian, dia tidak mau menjelaskan berapa total produksi PT Dunia Pangan. Dunia Pangan merupakan anak usaha AISA yang menjalankan roda bisnis beras. Di bawah dunia Pangan, ada empat perusahaan, yaitu PT Jatisari Srirejeki, PT Sukses Abadi Karya Inti, PT Tani Unggul Usaha dan PT Swasembada Tani Selebes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News