Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurmawan mengatakan pengembalian kewenangan dilakukan mengingat tingginya kebutuhan industri terhadap garam. Sehingga sebagai kementerian teknis Kemenperin lebih paham dan mengerti kebutuhan tersebut.
"Karena industri membutuhkan. UU industri harus menjamin ketersediaan bahan baku. Jadi untuk kebutuhan industri dilakukan oleh Kementerian Perindustrian," kata Oke, di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Maret 2018.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani mengatakan keterbatasan garam untuk industri mempersulit pengusaha untuk ekspor. Misalnya, dia mendapatkan keluhan dari pengusaha makanan mi instan yang kesulitan karena keterbatasan garam tak bisa didapatkan di dalam negeri. Bila pengusaha tersebut menggunakan garam dalam negeri, maka akan berbeda karakteristiknya.
"Karena sekarang garam industri sangat terbatas. Padahal diperlukan dalam industri mie. Impor enggak boleh, akhirnya gunakan garam dalam negeri yang memang spesifikasinya enggak seperti untuk industri. Ketika mienya diekspor bermasalah," kata Hariyadi, dalam acara Economic Challenges Metro TV.
Sebagai informasi, awalnya rekomendasi impor garam berada di bawah kewenangan Kemenperin. Namun di tengah jalan lahir UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Petambak Garam.
Pada pasal 37 (ayat) 3 yang menyebutkan impor komoditas perikanan dan pergaraman menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari menteri (KKP).
Hal ini dipertegas lagi oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 66 Tahun 2017. Pada Pasal 9 (1) disebutkan rekomendasi impor garam diterbitkan oleh menteri (KKP) dan diberikan kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perdagangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News