“Kementerian Perdagangan yang mengusulkan agar daging ayam dan telur masuk ke harga acuan. Sekarang sedang kami bahas, analisis di tingkat deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk disampaikan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jafi Alzagladi.
Setelah itu, draf akan diserahkan kembali ke Kementerian Perdagangan untuk diterbitkan sebagai revisi Permendag Nomor 63 Tahun 2016. “Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu ke depan sudah terbit, tetapi itu tetap ada di tangan Kementerian Perdagangan,” terang Jafi.
Jafi mengatakan, pemerintah memutuskan memasukkan daging ayam dan telur ke komoditas harga acuan setelah mempertimbangkan beberapa hal. Dua komoditas itu adalah yang termasuk memiliki votalitas harga yang tinggi.
"Mereka rentan fluktuasi, kami juga sebelumnya harus mempelajari terlebih dulu bagaimana perilaku dua komoditas itu,” tutur Jafi.
Terkait harga acuan yang akan diterapkan terhadap daging ayam dan telur, Jafi masih belum bisa menyebutkan secara rinci. Masih ada variable-variabel untuk dipertimbangkan. "Intinya harga terjangkau di peternak dan konsumen. Semoga sebelum puasa sudah bisa diterapkan.”
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar Indonesia) Hartono berharap jika revisi tersebut benar diterapkan, harga ayam broiler bisa barangsur membaik. Di beberapa wilayah seperti Sukabumi dan Tasikmalaya, Jawa Barat, harga ayam pedaging di tingkat peternak jatuh hingga Rp12 ribu per kilogram (kg). Padahal, harga normal Rp18 ribu per kg.
“Harga jatuh terjadi akibat adanya kelebihan pasokan grand parent stock (GPS) atau nenek ayam yang mencapai 700 ribu ekor di 2015, padahal kebutuhan hanya 500 ribu ekor. Imbasnya sampai sekarang,” ujar Hartono.
Merosotnya harga ayam pedaging diperparah harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ayam yang stabil tinggi. Wakil Ketua Komite Tetap Industri Pakan dan Veteriner Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sudirman mengatakan di beberapa wilayah seperti Jakarta dan Jawa Barat, harga jagung mencapai Rp4.300 per kg. Jauh di atas harga eceran tertinggi yang hanya Rp3.750.
“Harga jagung sempat turun di Februari, mendekati Rp4 ribu, tetapi kemudian naik lagi. Pas musim panen raya saja mahal, bagaimana kalau pas tidak panen raya,” tutur Sudirman.
Ia tidak ingin menyalahkan pemerintah terkait lonjakan harga jagung yang berimbas kepada industri peternakan saat ini.
"Pemerintah sudah ada dana dan niat. Mereka sudah tanam banyak. Mengenai hasilnya, mungkin itu yang belum sampai. Kami perlu bekerja sama untuk hal itu. Mengingat tahun ini kan hujannya banyak, jagung tidak boleh kena banyak hujan,” tandas Jafi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News