Ilustrasi. Antara/Fanny Octavianus
Ilustrasi. Antara/Fanny Octavianus

Perizinan dan Pungli Masalah Utama Sistem Logistik

Irene Harty • 08 Januari 2015 13:46
medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengatakan, permasalahan utama dalam sistem logistik nasional selama ini ada pada perizinan dan pungutan liar (pungli). Pernyataan tersebut dikatakan oleh Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi, seusai breakfast meeting logistik nasional di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis (8/1/2015).
 
Pada pertemuan tadi menurutnya pengusaha mengeluhkan adanya pungutan administrasi tidak jelas baik dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) dan pengurus barang. Jika pungutan tidak legal tersebut tidak dibayar maka barang tidak akan diurus.
 
Pungutan-pungutan liar yang membebani tersebut baru didapatkan di pelabuhan Ibukota. Keluhan lain yang paling banyak dibicarakan yakni terkait perizinan.

Perizinan yang masuk dalam regulasi dan birokrasi tersebut dilihat terlalu banyak sehingga memperlambat logistik nasional. Padahal secara desain sudah baik, hanya tinggal pengurangan jumlah regulasi dan birokrasinya.
 
"Kalau di hitungan kita saja sektor logistik, ada lebih 2.500 regulasi dari mulai tingkat undang-undang sampai kebawahnya," kata Edy. Regulasi-regulasi tersebut dikatakannya akan dipotong dan disatukan terutama yang menghambat.
 
Penyelesaian regulasi dilanjutkan Edy hanya salah satu dari enam kunci penggerak pembenahan sektor logistik. Logistik yang akan menjadi sektor terintegrasi ASEAN akan dibenahi infrastruktur transportasinya.
 
"Lalu ada sumber daya manusia, kita bikin sekolah-sekolah logistik, kemudian peningkatan penyedia layanan logistik supaya nasional berperan," ucapnya. Logistik untuk komoditi utama juga diperhatikan agar inflasi tidak tinggi.
 
Terakhir mengenai informasi ruang muat kapal. Sejauh ini kemajuan logistik Indonesia telah beranjak dari ranking 59 menjadi ranking 53 pada tahun lalu.
 
"Biaya logistik pun berkurang dari 24 persen menjadi 21 persen di logistik dalam tiga tahun terakhir," tutur Edy. Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, mengungkapkan masalah regulasi, perizinan dinilai oleh para pengusaha belum memiliki perencanaan pasti.
 
Hal itulah yang menjadi kendala dalam proyeksi bisnis logistik ke depan. Para pengusaha meminta agar perizinan yang dilakukan di BKPM dapat di tracking.
 
Keluhan-keluhan lainnya juga akan disampaikan secara tertulis kepada pemerintah. "Kita juga sampaikan ke depan dalam lima tahun, 2015-2019 pemerintah sudah tetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang didalamnya ada 13 kawasan industri di luar Pulau Jawa, 2 di Pulau Jawa, jadi total ada 15, kemudian ada 6 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan bisa menjadi salah satu pendekatan untuk pelaku industri logistik melakukan perencanaan," tukas Franky.
 
Peningkatan investasi logistik tahun ini menurut Franky seharusnya bisa naik 20 persen. Posisi Penanaman Modal Asing (PMA) 2013 sebesar USD1,4 miliar naik menjadi USD2,8 miliar di kuartal III/2014. PMDN 2013 tercatat Rp13,17 triliun, menurun hingga Rp9,82 triliun hingga kuartal III/2014.
 
Penanaman modal tersebut diperoleh dari industri galangan kapal yang sudah ada komitmennya, ada juga transportasi darat, terkait pengembangan KEK di Bitung, dan kawasan industri Papua. Untuk tahun ini pihak BKPM akan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dalam setiap perencanaan yang dilakukan.
 
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Sri Agustina mengemukakan masalah logistik lebih kepada kinerja yang kurang efisien.
 
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Bobby R Mamahit mengatakan, pemerintah memang akan berfokus pada peningkatan kinerja pelabuhan. "Terutama Indonesia bagian Timur yang agak lambat, itu kebijakan 2015," pungkas Bobby.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan