Koordinator Gerakan Masyarakat Tolak Pelabuhan Cilamaya, Asep Saefuddin Abbas, mengatakan bahwa pihaknya telah mendapatkan keputusan dari Jokowi. Menurut dia, saat ini Jokowi masih terus mengkaji pembangunan pelabuhan itu.
"Itu poin Pak Jokowi yang disampaikan ke kami. Kata beliau, sampai detik ini belum menyampaikan keputusan apapun terkait Pelabuhan Cilamaya," ungkap Asep, seperti dikutip dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Asep menuturkan, sebelum menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, pihaknya telah melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Perhubungan menentang rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Namun, tak satu pun pejabat di Kementerian tersebut mau menerima perwakilan untuk berdialog.
Usai aksi yang dilakukan mereka di kantor Menhub Ignasius Jonan, sekitar 300 orang dari berbagai lapisan masyarakat di Karawang melanjutkan aksi di depan istana negara, hingga akhirnya pihak Istana mengizinkan dua orang perwakilan berdialog dengan Presiden Jokowi.
"Beliau (Jokowi) bertanya kepada kami untuk menanyakan siapa saja pejabat pusat, yang sudah datang ke lokasi Cimalanya? Kalau ada pihak pemerintah yang menyampaikan, bahwa Presiden sudah menyampaikan keputusan, itu sama dengan kebohongan publik," tutur Asep.
Kepada Presiden Jokowi, Asep menyampaikan berbagai dampak jika pemerintah tetap ngotot membangun Pelabuhan Cilamaya. Di antaranya, minimal 150 ribu hektara sawah akan beralih fungsi, sehingga membuat Jokowi sangat kaget.
"Beliau pun sampai kaget melihat fakta yang terjadi jika pelabuhan jadi dibangun," sambungnya.
Terkait ketidakpastian yang meresahkan warga Cilamaya dan berbagai elemen lainnya, dia mengklaim jika Jokowi berjanji segera mengirim tim independen untuk melakukan kajian secara holistik dan komprehensif, termasuk membuat Feasibility Study (FS).
"Saya sampaikan ke Presiden, sudah ada patok-patok oleh perusahan Jepang. Japan International Cooperation Agency (JICA) yang melakukan pematokan itu. Kemudian, sudah terjadi pemborongan tanah, apakah itu dari makelar atau apa, berupa tanah sawah, darat, dan perkebunan," kata Asep.
Saat itu, Asep pun menyampaikan aspirasi dan sikap warga Cilamaya yang menolak rencana pembangunan pelabuhan di wilayahnya karena akan merugikan rakyat. Pasalnya, pembangunan pelabuhan selain mematikan petani, juga mengakibatkan produksi minyak dan gas di Blok Offshore North West Java (ONWJ) terhenti.
"Gas ONWJ itu adalah bahan baku untuk Pupuk Kujang dan pupuk itu digunakan petani Karawang dan sekitarnya. Listrik Jakarta terancam padam," kata Asep.
Selain itu, terumbu karang dan produksi rumput laut terbesar di Karawang yang berlokasi di lepas pantai Desa Pasir Putih, Cilmaya, pun akan terancam jika pemerintah membangun pelabuhan di sana.
"Jika dipaksakan, sudah barang tentu dampak lingkungan dan biota laut lainnya akan hilang. Itu bisa dipastikan. Itu kontraproduktif dengan yang disampaikan Menteri Susi, sampai beliau berani melawan nelayan yang mendemo peraturan menteri kelautan," pungas Asep.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News