"Keputusan (impor) ini dapat memberi nilai tambah bagi sektor laut dan perikanan kita. Keadaan itu pun didukung oleh adanya anomali cuaca yang terkadang dampaknya kepada banyaknya hasil tangkap ikan di sejumlah daerah. Misal Aceh tiba-tiba banyak ikan. Kenaikan ikan di Bali juga karena ada el nino. Ini juga kesempatan buat kita," tutur Arif, dalam diskusi 'Negeri Kelautan tapi Impor Ikan', di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6/2016).
Langkah impor pun, menurut Arif, merupakan hal yang cerdas. Sebab, impor yang dilakukan memiliki tujuan akhir untuk kembali diekspor ke berbagai negara.
"Posisi impor kita ini 43 persen untuk ekspor. Kita dapat bahan baku, karena kita impor. Lalu kita ekspor kembali bahan yang bernilai tambah dari impor tadi," tutur Arif.
Meski demikian, Indonesia harus mewaspadai penurunan produksi akibat infrastruktur penunjang yang dimiliki negeri ini masih sedikit. Dampaknya yang sangat besar membuat harga ikan menjadi mahal.
"Jadi, meski ekspor ikan olahan dapat tumbuh, tapi harga ikan mahal. Makanya kita perlu pembangunan infrastruktur, seperti jalan. Sehingga rantai distribusi bisa lebih baik, dan tidak ada lagi persoalan yang kita hadapi," beber Arif.
Arif menambahkan, minimnya infrastruktur untuk kelautan saat ini sudah dirasakan di daerah Bitung. Pabrik di daerah tersebut banyak tutup karena produksi mengalami penurunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News