Dari keseluruhan total impor, Sri Mulyani menyebut ada 4,7 persen volume impor berisiko tinggi. Jumlah ini memang terbilang kecil secara presentase, namun dampak yang ditimbulkannya bisa merusak tatanan ekonomi hingga merusak industri dalam negeri.
"Ini menyebabkan persaingan usaha tidak sehat karena meski jumlahnya kecil, namun penetrasi ke dalam sistem cukup dalam dan rumit," kata dia di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Rabu 12 Juli 2017.
Dirinya menambahkan, ada berbagai macam jenis barang yang biasanya diselundupkan oleh para importir secara ilegal. Meski begitu dirinya menegaskan jika bukan hanya barang yang dikirimnya saja berpotensi menimbulkan masalah, tetapi mereka dinilai memiliki reputasi yang kurang baik.
"Bukan barang ya (yang berisiko tinggi) tapi pelakunya mereka adalah importir yang selama ini, baik apakah dari sisi lokasinya aktifitasnya dan track record-nya memang selama ini dianggap enggak miliki reputasi yang baik," jelas dia.
Untuk itu, pembentukan satuan tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Ilegal diharapkan dapat menyelesaikan masalah. Pada akhirnya Sri Mulyani berharap ada iklim perdagangan dalam negeri yang lebih sehat hingga berdampak positif pada penerimaan negara yang lebih baik.
"Biasanya kalau mereka enggak punya track record, mereka mampu mengambil risiko tinggi, entah dalam penyelundupan. Sebagian barangnya sih masuk tapi isinya bisa macam-macam, mereka bisa menyogok, menyuap dari aparat kita," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News