"NPL terbesar itu di sektor komersial 3,48 persen, ritel 3,46 persen. Tapi memang paling besar di UKM 3,9 persen, dan consumer 3,9 persen. Mikro 1,9 persen dan komersial 3,5 persen," terang Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin Eko R. Gindo, "ditemui pada saat paparan publik dalam acara 'Institutional Investor Day dan Investor Day 2016?' di Gedung BEI, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Tingkat NPL tersebut, menurut Eko, tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Dirinya meyakini, tingkat NPL yang tinggi merupakan suatu peringatan, tapi bukan berarti potensial loss. Eko menekankan, NPL itu bisa diantisipasi oleh dirinya karena seluruh kredit yang disalurkan oleh perseroan selalu dibarengi dengan agunan.
"Kalau dikatakan berapa potensial loss-nya tidak. Untuk UKM Bank Bukopin tidak ada tanpa agunan seluruhnya pakai agunan fix aset, kredit rumah juga ada agunan, mikro pun juga pakai agunan," terang Eko.
Adapun posisi NPL di kredit komersial sebesar 3,5 persen, sambung Eko, banyak berasal dari empat kreditur. Perseroan pun punya cara tersendiri dalam menyikapi keempat kreditur tersebut.
"Kami telah indentifikasi langkah penyelesaian NPL itu dengan lelang target di Desember nanti. Jadi bisa ada recovery aset, ada nasabah kami juga operasionalnya sudah jalan karena batu bara, satu kreditur lagi mitigasi. Jadi bagi kami NPL early warning yang kita sudah lakukan evaluasi sejak dini," tutup Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News