Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Eko Listiyanto, menilai kondisi tersebut kerap terjadi di bulan September hingga November. "Daya beli masyarakat menurun karena tidak ada pendorongnya seperti hari raya keagamaan atau libur panjang. Akibatnya permintaan stagnan. Jadi wajar kalau deflasi," ujar Eko saat dihubungi Medcom.id, Minggu, 6 Oktober 2019.
Deflasi juga semakin diperkuat dengan stok beras di Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) yang masih tercukupi.
"Jadi meskipun kemarau, pasokan beras tetap memadai karena mungkin dari stock yang lama masih banyak," ungkapnya.
Eko memprediksi daya beli masyarakat akan kembali pulih pada Desember. "Sebab, pada bulan tersebut ada momen Natal dan libur panjang menjelang Tahun Baru. Kalau sampai bulan itu masih deflasi sangat aneh," kata dia.
Adapun kondisi global seperti perang dagang dan resesi, kata Eko, menjadi salah satu faktor yang bisa menggerus daya beli masyarakat. Padahal, daya beli masyarakat adalah salah satu komponen yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kalau memang terus menurun (daya beli), berarti memang ada sinyal dari fase resesi. Dalam hal ini pemerintah mungkin harus menciptakan stimulus untuk menjaga daya beli tetap stabil," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News