"Kita coba membandingkan antara perpres lama (Perpres Nomor 7 Tahun 2014) dengan yang baru (Perpres Nomor 20 Tahun 2018) jelas ada pengetatan (aturan). Ini yang harus kita sampaikan," ujarnya, dalam Metro Pagi Primetime, Rabu, 25 April 2018.
Ichsan menguraikan dalam Perpres 7/2014 tidak adan pemberian dana kompensasi penggunaan TKA oleh perusahaan di Indonesia, sementara perpres TKA yang diterbitkan saat ini justru mengakomodasi hal itu.
Pemberian sanksi pada perusahaan yang melakukan pelanggaran prosedur dan informasi tentang izin usaha dalam Perpres 7/2014 juga tidak detail sedangkan pada Perpres 20/2018 sanksi diatur secara jelas.
"Dan di dalam Perpres 20/2018 ini pekerja harus mencantumkan ijazah dan sertifikasi kompetensi. Artinya, dari dua sisi itu saja sudah kelihatan bahwa perpres ini memang memberikan pengetatan," kata dia.
Ichsan menduga, asumsi bahwa Perpres 20/2018 tentang penggunaan TKA yang diartikan sebagai memberikan keleluasaan sebebas-bebasnya kepada TKA untuk menguasai lapangan kerja di Indonesia sengaja dibuat.
Ia mengatakan boleh jadi penerbitan perpres yang bertepatan dengan tahun politik dan menjelang Hari Buruh Internasional disalahgunakan segelintir pihak untuk membentuk opini publik bahwa pemerintah lebih mementingkan TKA ketimbang pekerja negeri sendiri.
"Menurut saya iya (berunsur politis). Makanya pemerintah harus memberikan penjelasan rinci maksud dari perpres ini sehingga tidak disangkutpautkan dengan persoalan lain," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id