"Dalam beberapa hari ini dan juga sebelumnya banyak dikatakan bahwa telah terjadi deindustrialisasi, berdasarkan data tidak benar. Industri tetap jadi sektor yang tertinggi dalam PDB (Produk Domestik Bruto) kita," kata Kalla di acara Indonesia Industrial Summit (ISS) 2019, Indonesia Convention Exhibition BSD, Tangerang, Senin, 15 April 2019.
Pada 2017, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia tercatat sebesar 20,2 persen. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada peringkat ke-5 di antara negara G20.
Pada 2018 hingga awal 2019 sektor ini berada pada level yang ekspansif. Sektor manufaktur juga berkontribusi paling besar dalam penerimaan negara sebesar 30 persen dari total penerimaan pajak.
"Industri tetap yang tertinggi dalam pendapatan nasional. Industri akan terus berkembang dan tidak akan terjadi deindustrialisasi," ungkap Kalla.
Melalui roadmap Making Indonesia 4.0, industri Tanah Air siap menghadapi era baru dalam perkembangan industri di masa depan. Revitalisasi sektor industri manufaktur juga diproyeksikan menjadi 10 negara dengan ekonomi terbesar pada 2030.
Menurut Kalla, perubahan cara memimpin suatu bidang usaha juga ikut berpengaruh. Bahkan, perusahaan rintisan pun saat ini bisa dengan cepat mendunia.
"Dewasa ini revolusi industri ke-4 bahan utamanya, maka sumber-sumber bagaimana punya kekuatan dana dapat menangkan persaingan dunia. Dunia sangat tergnatung pada Amazon, Apple, Facebook, dan sebagainya, semua itu sangat menentukan dalam kemajuan suatu masyarakat dan industri," paparnya.
Implementasi Making Indonesia 4.0 juga membuka peluang tambahan PDB sebesar USD155 miliar pada 2025. Sebanyak 10 juta lapangan kerja baru akan tercipta dari peningkatan kontribusi manufaktur terhadap PDB sebesar 25 persen.
"Saya berterima kasih ke Menperin (Airlangga Hartarto) karena upaya menghadapi perubahan yang terjadi setiap waktu. Perubahan menimbulkan pekerjaan baru, tidak sebabkan kita kehilangan pekerjaan," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News