Pengamat Ekonomi Bhima Yudistira mengatakan Indonesia merupakan pasar ke-16 terbesar dalam ketagori penikmat game online atau sebanyak 43,7 juta orang. Dari jumlah itu, setidaknya potensi dana dalam negeri yang keluar akibat mengunduh game online mencapai USD878,7 miliar.
"Itu melemahkan neraca pembayaran dalam jangka panjang dan merugikan kurs rupiah," ujar Bhima, saat dihubungi Medcom.id, Senin 15 Juli 2019.
Menurutnya, dampak negatif dari games online untuk masyarakat Indonesia lebih besar ketimbang dampak positifnya. Sebab, Indonesia dalam posisi sebagai konsumen atau pasar. Apalagi pengembang lokal masih terkendala investasi, pendaftaran hak paten dan lainnya. Hal ini kemudian menjadi menghambat tumbuhnya games online dalam negeri.
"Kualitas visual baik, tapi software-nya belum mampu bersaing dengan asing," imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan pemerintah tak mendorong kegiatan e-sport jika akan merugikan negara. Sebab, e-sport sudah diperlombakan dalam ajang Asian Games. Dari sisi bisnis, developer dalam negeri akan memiliki peluang lebih banyak untuk mengembangkan aplikasi games dengan cita rasa Indonesia.
"Saya tidak tahu kerugian negaranya di mana kalau bisa disampaikan di mana, pemerintah terbuka dan tidak mungkin mendorong e-sport untuk kerugian negara," ungkap Rudiantara kepada Medcom.id di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 15 Juli 2019.
Namun demikian, ia menilai perlu studi lebih lanjut untuk mengetahui dampak menyeluruh dari game online. Jika terkait dengan anak-anak yang kecanduan bermain game, Rudiantara menyebut telah menerbitkan aturan mengenai larangan anak di bawah umur 13 tahun untuk bermain game yang terkoneksi dengan internet.
"Memang mungkin harus dilakukan semacam studi sejauh apa dampak game ini, tapi secara umum saya tidak menyebutkan game tertentu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News