Mendengar hal itu, Kementerian Pertanian (Kementan) langsung membantahnya. Gejolak harga kebutuhan pokok seperti bawang merah di pasar bukanlah akibat dari mafia bawang merah, melainkan karena tata niaga perdagangan yang ada di pasar.
"Saya tidak nyatakan mafia, kita mesti lebih realistis. Ini namanya tata niaga. Di manapun pedagang, apalagi momen permintaan meningkat kala menjelang Ramadan, mereka berusaha cari untung," ujar Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono ditemui di Pasar Induk Kramat Jati, Jalan Raya Bogor KM 17, Jakarta Timur, Selasa (16/6/2015).
Meskipun demikian, Spundik mengingatkan kepada para pedagang bahan-bahan pokok agar tak mengambil margin keuntungan yang terlalu besar. Ini dilakukan agar harga kebutuhan pokok tetap stabil. "Hanya saja untungnya harus dikendalikan, jangan berlebihan," papar dia.
Ia mengakui, hingga kini pasokan bawang merah tetap aman meski ada gejolak harga di pasaran. Namun, tutur Spudnik, rantai pasok lah yang sebenarnya paling berpengaruh terhadap gerakan harga komoditas bahan pokok.
"Pengalaman saya melihat ke pengumpul, mereka beli tebas (kumpulan), pengumpul bergerak lagi ke pedagang besar. Nah masing-masing, rantai pasoknya punya fee (biaya tambahan). Itu yang sebabkan harga jadi agak tinggi," jelas dia.
Maka itu, lanjut dia, Kementan siap menggandeng kementerian dan lembaga teknis terkait seperti Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk melakukan operasi pasar setiap hari guna mengendalikan harga bawang merah di pasaran. "Dengan adanya operasi pasar ini kan bisa memotong rantai pasok tadi menjadi lebih wajar harganya," pungkas Spudnik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News