"Kita tentu tahu bahwa pembayaran manfaat pensiun berkala baru terjadi pada 2030. Jangan lagi kita berpura-pura tidak tahu," ujarnya di Resto Peach Garden, Jalan Garnisun Dalam Nomor 2, Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (18/5/2015).
Artinya, menurut dia antara 2015-2030 mayoritas pembayaran merupakan pengembalian iuran berserta hasil pengembangannya (lump sum) dan hanya sebagian kecil saja pembayaran manfaat pensiun berkala bagi ahli waris dalam hal meninggal dunia dan cacat. "Jadi, antara 2015-2030 kita tidak memerlukan iuran sebesar delapan persen," sambungnya.
Sementara itu, pada 2030 nanti, ketika manfaat pensiun berkala mulai dibayarkan, TPP juga tidak bisa langsung dibayarkan sebesar 40 persen. Hal ini karena TPP pada 2030 hanya sebesar 15 persen (satu persen dikalikan dengan 15 tahun iuran).
Selanjutnya pada 2031 sebesar 16 persen, 2032 sebesar 17 persen, 2032 sebesar 18 persen, 2034 sebesar 19 persen, 2035 sebesar 20 persen, dan seterusnya. "Itu artinya, TPP sebesar 40 persen baru terjadi pada 2055 atau 40 tahun dari sekarang," tegas dia.
Lalu apakah pada 2055, iuran langsung sebesar delapan persen? Steven menjawab belum tentu. "Karena beban sebenarnya dari program JP sangat bervariasi dan bergantung pada perubahan demografi dan system dependency ratio serta usia pensiun yang ditetapkan. Oleh karena itu, pencapaian cakupan kepesertaan maksimal (penegakan aturan, kerelaan bergabung) menjadi sangat penting untuk diprioritaskan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News