Jurnalis senior Andy Budiman mengatakan, pemerintah memang pemegang saham mayoritas dari Garuda Indonesia. Namun bagaimana tanggung jawab pemegang saham minoritas lainnya untuk ikut berbagi beban.
"Komposisi saham Garuda: Pemerintah 60,5%, PT Trans Airways 25,6%, publik 13,8%. Kenapa yang menanggung pemerintah saja? Kebijakan dana talangan rasanya tak patut, apalagi dikucurkan saat rakyat susah akibat pandemi covid-19," kata Andy melalui akun Twitternya, @Andy_Budiman, Minggu 7 Juni 2020.
Andy mengatakan dalam fairness prinsip bisnis, ketika Garuda untung, pemilik saham menikmati dividen. Kini, saat Garuda dirundung masalah, selayaknya seluruh pemilik saham juga bantu meringankan beban.
Andy menyebut tiket Garuda Indonesia tergolong mahal, sehingga layananan maskapai ini relatif tidak bisa dinikmati masyarakat banyak.
"Dengan segala keterbatasannya, maskapai yang paling banyak dipakai masyarakat justru maskapai dengan harga tiket terjangkau, kompetitif, meski dengan berbagai catatannya," terangnya.
Melihat fakta tersebut, dia menyarankan, KPK dan Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia. Sebab, bantuan dana talangan seperti saat ini bukan yang pertama kali diberikan pemerintah.
"Ada baiknya aparat penegak hukum, KPK dan Kejaksaan mulai memeriksa laporan keuangan Garuda. Ini harus jadi momentum perbaikan BUMN. Kalau tidak, kerugian ini yang akan menanggung adalah kita pembayar pajak," tegasnya.
Andy menambahkan, ada baiknya dilakukan audit secara menyeluruh laporan keuangan dari BUMN tersebut. Jika ternyata tidak bisa diselematkan, maka langkah yang diambil pemerintah Thailand dapat diadopsi.
"Prinsip paling mendasar dari bisnis: kalau rugi kenapa terus dipertahankan? Harus diaudit kembali laporan keuangan. Kalau memang merugi dan jadi beban negara kenapa tidak dilepas atau bahkan sekalian ditutup saja sebagaimana yang ditempuh oleh Thai Airways?" ungkapnya.
Selain itu, dia menilai, subsidi yang diglontorkan pemerintah seharusnya dapat dirasakan untuk seluruh lapisan masyarakat. Semisal untuk sektor pendidikan, listrik, kesehatan dan kebutuhan mendasar lainnya.
"Saya betul-betul berharap (Menteri BUMN) Erick Thohir tidak mengulangi kesalahan-kesalahan pendahulunya dalam pengelolaan perusahaan negara. Harus prudent, transparan," tutupnya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiapurtra mengatakan dana talangan tersebut dipinjamkan Kementerian Keuangan untuk memperkuat perusahaan pelat merah di tengah pandemi covid-19.
"Yang sudah disepakati tapi belum ditandatangani adalah untuk modal kerja, rencana efisiensi yang dilakukan oleh Garuda," kata Irfan.
Irfan mengatakan dana tersebut murni merupakan pinjaman dari pemerintah sebagai upaya menyelamatkan usaha maskapai pelat merah. Pinjaman itu tidak digunakan untuk pelunasan sukuk atau utang jatuh tempo.
Dana talangan tersebut akan dibayarkan Garuda Indonesia sesuai dengan bunga dan tenor yang disepakati.
"Kementerian Keuangan sudah menyampaikan Rp8,5 triliun itu nalangin, itu minjamin. Bukan penyertaan modal. Kalau pinjam artinya seperti loan biasa," ujar Irfan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News