IDB Representative in Jakarta Ibrahim Shoukry mengatakan bahwa IDB memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung upaya pemerintah mengenai Program Financial Inclusion. Hal ini penting mengingat ada kaitannya terhadap laju perekonomian Indonesia di masa mendatang.
"Kami di Indonesia punya komitmen yang kuat (mendukung financial inclusion). Kami punya instrumen untuk mendorong akses itu dan mendiskusikannya kepada pemerintah," ungkapnya, ketika melalukan Media Visit ke Media Group, di Gedung Media Group, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.
Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada Toronto Summit di 2010, dengan dikeluarkannya sembilan principles for innovative financial inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework.
Sejak itu banyak negara di dunia yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti CGAP, World Bank, APEC, Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclusion (AFI), termasuk standard body seperti BIS dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk negara berkembang dan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News