"Keberhasilan ini merupakan hasil dari diplomasi yang kuat, diplomasi total bukan hanya dari tataran pemerintahan, tetapi juga pemangku kepentingan lainnya, ini adalah aset baru untuk memperkuat diplomasi ekonomi kita," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dikutip dari Antara, Kamis (12/5/2016).
Menurut Menlu Retno, FLEGT-VPA digagas dengan acuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dibangun Indonesia sejak 2003, selanjutnya negosiasi antara Indonesia dan Uni Eropa dimulai pada 2007.
Pada 2013, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani perjanjian kesepakatan pemberlakuan lisensi tersebut, dan proses ratifikasinya selesai pada 2014.
"Sekarang kita menuju pelaksanaan FLEGT lisensi, ini proses panjang yang tidak mudah karena memerlukan komitmen kuat bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga swasta, selain itu kita harus mengubah pola pikir," paparnya.
Menlu RI menambahkan Komitmen Uni Eropa untuk segera dapat menjalankan FLEGT bagi produk kayu Indonesia ditunjukkan saat Presiden Joko Widodo mengunjungi Institusi Uni Eropa di Brussel, Belgia, dan berbicara langsung dengan presiden Parlemen, Komisi, Dewan Uni Eropa pada 21 April lalu.
Oleh karena itu, Menlu Retno mengatakan tim negosiasi diplomasi total Indonesia terus bekerja untuk memastikan lisensi FLEGT dapat segera diberlakukan sehingga manfaatnya dapat benar-benar dirasakan pelaku bisnis perkayuan dan mebel Indonesia.
"Pada akhirnya, (lisensi) inilah daging yang harus dapat dinikmati semua pihak," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News