Degradasi Lahan. MI/BAGUS SURYO.
Degradasi Lahan. MI/BAGUS SURYO.

Degradasi Lahan Pertanian Ancam Swasembada Pangan Nasional

Arif Wicaksono • 21 Agustus 2016 17:06
medcom.id, Jatinangor: Tingkat lahan kritis di Indonesia yang terus meningkat dan mengkhawatirkan karena mengganggu produktivitas hasil pertanian merupakan salah satu ancaman utama bagi target swasembada pangan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. 
 
Pada 1992, kurang lebih 18 juta hektar (ha) lahan di Indonesia telah mengalami degradasi atau penurunan kualitas lahan. Pada 2002, luasan tersebut meningkat lebih dari 100 persen menjadi 38,6 juta hektar (BPS, 2002). Padahal, Pemerintah telah menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada Padi, Jagung dan Kedelai pada 2018.
 
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Muhammad Syakir MS mengutarakan bahwa sumber daya lahan Indonesia terus menciut akibat konversi dan degradasi yang disebabkan oleh sistem pengelolaan tidak baik. 

“Dengan kondisi demikian, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk merealisasikan swasembada pangan, yaitu intensifikasi di lahan pertanian eksisting, perluasan lahan, dan pengendalian konversi lahan pertanian, termasuk perbaikan pemupukan menuju pemupukan berimbang,” ujar Syakir dilkutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (21/8/2016). 
 
Sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional, pemerintah terus mendorong peningkatan penggunaan pupuk organik dan pupuk majemuk berimbang, serta penyempurnaan data yang berbasis orang dan lahan. Dana subsidi pupuk sebesar Rp31.153,4 miliar telah dianggarkan dalam RAPBN 2017 sebagai salah satu upaya untuk mendukung kebijakan tersebut. 
 
Pemupukan berimbang merupakan pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. Sayangnya, salah satu permasalahan pemupukan berimbang saat ini ada pada adopsi di kalangan petani. Terdapat persepsi yang tidak sesuai bahwa penggunaan pupuk berimbang akan mengurangi produktivitas.
 
Dia mengatakan berdasarkan perkiraan sementara dengan mempertimbangkan laju konversi lahan akan diperlukan tambahan lahan sekitar 14,9 juta ha, terdiri dari 4,9 juta ha sawah, 8,7 juta ha lahan kering, dan 1,2 juta ha lahan rawa pada 2045. 
 
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Dr. Ir. Muhrizal Sarwani M.Sc menyatakan bahwa salah satu peran terpenting dipegang oleh penyuluh pertanian. 
 
Dia mengatakan penyuluh haruslah dibekali dengan informasi dan pengetahuan yang benar mengenai pemupukan berimbang. Mereka adalah garda terdepan dalam memberikan pendidikan kepada petani mengenai praktik pertanian yang baik. 
 
"Sehingga, saat mengisi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) para petani sudah mengalokasikan kebutuhan pupuk sesuai prinsip pemupukan berimbang.” jelas dia. 
 
Hidayat Salim, MS Guru Besar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Universitas Padjadjaran dalam diskusi mengatakan bahwa pemupukan berimbang memiliki dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan hasil pertanian dan yang kedua memperbaiki kesehatan tanah. 
 
“Pupuk anorganik dapat terlihat hasilnya dengan relatif cepat, namun pemupukan yang intensif dan tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah lingkungan. Sementara itu pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, namun hasil tidak secepat pupuk anorganik.
 
Oleh karena itu, pupuk berimbang menjadi solusi terbaik. Kombinasi antara pupuk organik dan pupuk anorganik secara terintegrasi dan berimbang akan saling mendukung terhadap kesehatan tanah, kualitas tanah, produktivitas tanah dan tanaman, secara berkelanjutan. 
 
Pimpinan Komisi IV DPR-RI  Herman Khaeron mengutarakan bahwa pemerintah telah menyusun langkah strategis dan kongkrit untuk menyelesaikan permasalahan ini. 
 
“DPR telah mengesahkan sejumlah undang-undang guna mendukung pertanian berkelanjutan dan konservasi tanah dan air di Indonesia. Namun hal ini harus menjadi usaha kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, penyuluh pertanian, hingga petani, juga masyarakat,” ujar Herman. 
 
Undang-Undang tersebut antara lain UU No 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,  UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan