Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan banyak pertimbangan yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan simplifikasi cukai hasil tembakau (CHT). Pasalnya, hasil tembakau di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis hingga cakupan pasar.
"Jangan sampai menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktek oligopoli bahkan monopoli," ujar Enny dalam sebuah diskusi di Tjikini Lima Restaurant and Cafe, Jakarta Pusat, Senin, 13 Agustus 2018.
Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan perlindungan bagi industri hasil tembakau skala kecil dan menengah. Selain itu tindakan preventif terhadap menjamurnya rokok ilegal pun perlu segera dilakukan secara masif.
"Harus diperhatikan mengutamakan dan menjamin serapan bahan baku lokal baik tembakau maupun cengkeh sebagai wujud perlindungan bagi petani dan gempuran bahan baku impor," paparnya.
IHT dinilai merupakan industri besar yang mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan negara melalui cukai dan pajak lainnya mencapai 95 persen. Enny menerangkan penetapan besaran cukai yang berubah-ubah ini dapat membuat pelaku industri baik skala besar dan kecil kesulitan dalam menentukan langkah bisnisnya kedepan.
"Perlu road map setingkat peraturan pemerintah (PP) untuk mengatahui target yang akan dicapai. Ini bisa dilakukan lembaga independen dan harus terbuka untuk didiskusikan," ungkapnya.
Kepala Subdit Tarif Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sunaryo mengatakan saat pihaknya ini masih terus melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk menentukan besaran tarif cukai rokok. Namun jumlah kenaikannya masih dirumuskan dan diperkirakan tak akan jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.
"Tentunya kami akan melihat kepentingan dari semua pihak, termasuk aspek kesehatan maupun ke industrinya serta industri tembakau dan petaninya," kata Sunaryo.
Kenaikan tarif cukai menjadi salah satu agenda pemerintah dalam mengendalikan produk hasil tembakau. Selain melalui tarif, pemerintah juga berencana menyederhanakan pengenaan tarif cukai melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.03/2018 tentang Tarif Cukai Tembakau.
Berdasarkan beleid tersebut, proses penyederhanaan tarif cukai akan dilakukan secara gradual. Roadmap simplifikasi layer cukai rokok tersebut dianggap sangat membantu DJBC dalam memerangi peredaran rokok ilegal. Apalagi, selain digunakan modus kejahatan cukai, layer yang terlampau banyak menjadi celah pengusaha nakal menggunakan tarif cukai yang lebih murah dari yang seharusnya dibayarkan.
"Sekarang ini PKM 146 fokus road map struktur tarif. Niatnya bagus, kami ingin ada kepastian agar engusaha bisa antisipasi naik sekian di tahun berikutnya. Kami ingin kebijakan ini digunakan seterunya hanya tinggal evaluasi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News