Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah menetapkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Sayangnya kenaikan iuran tak langsung menyelesaikan masalah defisit yang diderita BPJS Kesehatan.
"Dengan adanya Perpes itu kami bisa berikan Rp13,5 triliun kepada BPJS untuk periode dari Agustus-Desember untuk tamabahan. Dan ini kurangi potensi defisit BPJS dari Rp32 triliun menjadi masih (defisit) posisi Rp15,5 triliun," kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.
Bukan hanya defisit, Menkeu menyebut jika BPJS Kesehatan menunggak pembayaran ke 5.000 fasilitas kesehatan (faskes). Tahun ini pemerintah menyiapkan anggaran hingga Rp48 triliun untuk mensubsidi BPJS Kesehatan agar tetap bisa menjalankan kewajibannya.
"Ini situasi yang dihadapi BPJS. Dengan adanya kenaikan iuran untuk 2020, sudah anggarkan Rp48 triliun, yang itu diharapkan akan mampu memberikan tambahan penerimaan dari BPJS Kesehatan sehingga dia bisa penuhi kewajiban yang tertunda," ungkap dia.
Dia menambahkan masalah data peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang berasal dari data Kementerian Sosial memang menjadi tantangan lainnya. Untuk itu, pemerintah berjanji akan berupaya terus memperbaiki data orang-orang tidak mampu agar bisa terlindungi oleh BPJS Kesehatan.
"Sesuai temuan BPKP di mana lebih dari 27,44 juta orang yang memiliki problem dari NIK ganda dan lain-lain itu yang sudah dibersihkan. Bahwa kemudian masalah baru ada inclusion, exclusion itu akan menjadi persoalan yang terus diperbaiki oleh Kemensos," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News