Ilustrasi. Foto: MI
Ilustrasi. Foto: MI

Rizal Calvary: Timah Butuh Benchmark dengan Single Market

Medcom • 27 Maret 2020 10:15
Jakarta: Pemerintah diminta mengkaji izin melantainya komiditas timah. Kebijakan itu dinilai menyebabkan harga timah melorot.
 
Pengamat ekonomi Rizal Calvary Marimbo mengatakan, pada tahun 2020 harga timah menurun sampai di bawah USD 15 ribu per metric ton, harga ini lebih rendah USD 5 ribu per metric ton dari sebelumnya. Alhasil negara kehilangan pendapatan devisa sebesar USD 400 juta setara dengan Rp5,6 triliun.
 
"Saya kira kita perlu menegakan single market. Benchmark jangan kebanyakan. Akibatnya, harga timah jeblok. Sementara di secondary market kinclong," kata Rizal, Jumat, 27 Maret 2020.
 
Munculnya dua Bursa dinilai merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah. Selain itu kepercayaan pihak asing terhadap pasar Indonesia menurun.  Dampaknya, perdagangan timah Indonesia melalui secondary market di Singapura meningkat tajam, naik sekitar 100% sepanjang semester I/2019..
 
Peningkatan perdagangan melalui secondary market di Singapura tersebut mengakibatkan meningkatnya country risk perdagangan timah murni batangan di Indonesia.
 
Pelaku pasar timah, khususnya end user, lebih memilih pembelian timah asal Indonesia melalui Singapura karena Indonesia dinilai rendah dalam kepastian hukum terkait dengan perdagangan timah murni batangan.
 
Meningkatnya country risk tersebut, juga mendegradasi kedaulatan Indonesia dalam menentukan harga timah, dan menurunkan kepercayaan global terhadap Indonesia.
 
Rizal berharap, pemerintah mengembalikan kebijakan ekspor timah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 tahun 2013. Dalam aturan tersebut, harga timah Indonesia menjadi acuan harga timah murni dunia serta mencegah pelarian devisa hasil ekspor (DHE).
 
"Kita perlu menegakan Permen Kemendag No 32 tahun 2013. Saya kira di sana clear, bursa cukup satu saja untuk mengangkat competitiveness timah kita," tutupnya.
 
Pengamat perdagangan Asia Tenggara Abi Rekso menyebut semakin tertekan dengan terbaginya bursa perdagangan timah di Indonesia karena Kementerian Perdagangan membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/2013 tentang Ekspor Timah. Hal itu berkonsekuensi menjadikan dualisme bursa Timah Indonesia
 
Ketika terjadi bipolar perdagangan timah di Indonesia, maka banyak pembeli yang merasa bingung atas kebijakan tersebut. Di waktu yang sama pembeli timah Indonesia beralih ke pasar perdagangan timah Singapura.
 
Abi merekomendasikan pemerintahan Jokowi memperhatikan upaya pemulihan harga timah. Jika tidak ingin harga timah Indonesia terus merosot dalam pasar global.
 
"Presiden Jokowi, perlu meninjau kembali kebijakan dua bursa perdagangan timah di Indonesia. Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/ 2013 tentang Ekspor Timah perlu dijalankan kembali. Karena dengan itu, harga timah Indonesia bisa kembali pulih karena menguatnya keyakinan pasar pembeli timah," tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan