Saat ini suku bunga acuan BI berada di level 5,25 persen, turun 25 basis poin (bps) dari bulan sebelumnya yakni 5,5 persen. Penurunan ini merupakan yang ketiga kalinya setelah sejak November 2018, BI menjaga BI 7 day reverse repo rate sebesar enam persen.
"Masih punya ruang, kebijakan moneter itu hilang kemampuan kalau tingkat bunganya nol atau kurang dari itu," kata Darmin, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat, 20 September 2019.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh BI dengan menurunkan suku bunga acuan sebagai respons dari kebijakan bank sentral negara lain. Terlebih bank sentral Amerika Serikat, The Fed, juga menurunkan suku bunga acuan.
"Artinya, ya memang bisa mengantisipasi apa yang dilakukan negara lain, Amerika juga turunkan policy rate-nya, kalau kita tidak turunkan, ya kita terlalu tinggi," jelas dia.
Sementara itu, kebijakan BI menurunkan uang muka atau down payment (DP) diyakini akan mendorong kemampuan masyarakat mengajukan kredit. Pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) juga dimaksudkan mendongkrak pertumbuhan kredit.
Rasio LTV/FTV bagi perumahan dan kendaraan bermotor diperlonggar. Dengan ketentuan ini, maka uang muka turun sebesar lima persen, sedangkan kendaraan bermotor turun antara lima persen sampai 10 persen.
"Tapi dengan begitu ya sekaligus juga mendorong, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meminjam, baik kemampuan untuk berusaha secara umum, maupun perumahan segala macam," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News