Kereta LRT. (FOTO: MI/Nurohman)
Kereta LRT. (FOTO: MI/Nurohman)

Benarkah Biaya Pembangunan LRT Mahal?

Nia Deviyana • 15 Februari 2019 17:50
Jakarta: Biaya pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) pernah mendapat kritik dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebagai informasi, proyek yang dikerjakan sejak September 2015 ini menghabiskan dana senilai Rp22,8 triliun atau Rp467 miliar per kilometer.
 
Namun, benarkah proyek ini tergolong mahal?
 
Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas menilai jangan hanya melihat biaya yang dipakai untuk konstruksi jalurnya saja, tetapi secara keseluruhan konstruksi yang mencakup pekerjaan struktur jalur, pekerjaan trackworks, pekerjaan Railway System (Power Supply System, Signalling System, Telecomunication System, SCADA, Passenger Screen Door), pekerjaan stasiun, dan pekerjaan depo 10 hektare (ha).

"Untuk LRT Jabodebek harga untuk pekerjaan itu semua Rp467 miliar per km. Jika kita bandingkan dengan biaya pembangunan LRT di sejumlah negara di dunia, harga tersebut masih tergolong murah," jelasnya saat mengisi diskusi di Hotel Grandhika, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Februari 2019.
 
Sebagai contoh proyek Lagos Rail Mass Transit di Nigeria yang menggunakan jalur elevated (layang) dengan panjang 27 kilometer memakan biaya Rp16,8 triliun atau Rp622 miliar per kilometer.
 
Lalu proyek Kelana Jaya Extention Project di Malaysia yang dibangun dengan tipe jalur elevated dan at grande (di atas tanah langsung) dengan panjang 34,7 kilometer, memakan biaya Rp23,8 triliun atau Rp686 miliar per kilometer.
 
Kemudian Riyadh Metro yang dibangun dengan tipe jalur elevated dan underground (bawah tanah) dengan panjang 176 kilometer menghabiskan Rp315 triliun atau Rp1.790 miliar per kilometernya.
 
Darmaningtyas memaparkan biaya pembangunan LRT paling murah adalah bila dibangun at grande, lalu termurah kedua adalah layang. Sedangkan paling mahal adalah underground.
 
Selain itu, hal lain yang memengaruhi cost civil structure adalah besaran koefisien gempa yang sangat bergantung dengan lokasinya. Misalnya, Indonesia lebih tinggi dibandingkan Singapura dan Jakarta lebih tinggi dibandingkan Palembang.
 
Kemudian, railway system yang dipakai, di antaranya sistem otomasi dan signaling system yang dibagi menjadi beberapa grade, misal GoA 0 (Grade of Automation level 0) seperti yang dipakai KRL dan LRT Jakarta Jakpro. Sedangkan LRT Jabodebek direncanakan dengan GoA level 3 (Driverless with attendance).
 
Faktor lain, terkait signaling system, apakah menggunakan system fixed block (seperti KRL dan LRT Palembang, Jakpro) atau moving block (MRT dan LRT Jabodebek). Sistem ini sangat berpengaruh pada headway (frekuensi lalu kereta/jarak lalu kereta) yang ingin dicapai dan memengaruhi kapasitas angkut. Bila menggunakan moving block headway 2-3 menit bisa dicapai.
 
"Masih banyak lagi faktor lain yang memengaruhi biaya, misal jenis dan spesifikasi rolling stock atau gerbong yang dipakai, luasan dan fasilitas depo, jumlah bentang panjang, fasilitas stasiun yang mencakup passenger screen door, elevator, lift, dan lain-lain," pungkasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan