Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Selatan (Sumsel), Permana menyatakan perjalanan dagang sudah dilakukan perwakilan pemerintah Indonesia untuk menjajaki kemungkinan komoditas karet dari Sumsel dijual ke negara-negara Afrika dan Timur Tengah.
"Saat ini perekonomian Tiongkok terus melemah, sementara di satu sisi ekspor karet Sumsel itu sebagian besar ke Tiongkok. Jika tren ini terus berlanjut, maka ekspor akan terus tergerus sehingga perlu langkah lain, dan salah satunya mencari pasar baru," kata Permana dikutip dari Antara, Minggu (7/2/2016).
Ia mengemukakan Indonesia tidak dapat berharap banyak dari Tiongkok karena data terakhir menunjukkan bahwa negara itu justru menurunkan pertumbuhan ekonominya agar lebih ramah lingkungan.
"Pada 2011, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tembus 9,2 persen. Saat ini, Sumsel juga masuk dalam masa kejayaan, mulai dari karet, sawit, dan batu bara. Tapi, setelah diputuskan pada 2016 ini Tiongkok hanya mematok pertumbuhan ekonomi tujuh persen, maka mau tidak mau Sumsel harus meresponsnya," kata dia pula.
Sumsel yang dikenal sebagai daerah penghasil komoditas perkebunan dan mineral ini, sudah terkena dampaknya sejak 2012 dengan ditandai nilai ekspor yang terus tergerus.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2015, nilai ekspor Sumsel tergerus hingga 19,37 persen dibandingkan 2014, baik di sektor migas dan nonmigas. Nilai ekspor nonmigas dari Sumsel turun 14,6 persen (dari USD2,48 miliar menjadi USD2,12 miliar), dengan kontribusi penurunan tertinggi, yakni dari ekspor karet sebesar 22 persen (dari USD1,82 miiar menjadi USD1,42 miliar).
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Sumsel, Alex K Eddy menyebutkan harga karet saat ini berada di titik terendah dalam lima tahun terakhir.
"Saat ini karet banjir di pasaran karena yang menyerap (Tiongkok, Red) sedikit. Harapannya, pemerintah segera merealisasikan janji yang akan menyerap sendiri karet lokal untuk bahan baku sejumlah pembangunan infrastruktur," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News