Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis peluang pengembangan industri minuman ringan masih terbuka. Ini mengacu pada tingkat konsumsi minuman ringan masyarakat Indonesia yang baru 33 liter per kapita, jauh tertinggal dibandingkan Thailand yang sudah mengonsumsi 89 liter dan Singapura sebanyak 141 liter.
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, industri ini harus terus didorong. Pasalnya, pertumbuhan bisnis industri minuman turut menyumbang realisasi penanaman modal dan menciptakan lapangan kerja langsung maupun tidak langsung.
"Industri minuman turut menggerakkan ekonomi dari produksi, penanaman modal, penyerapan lapangan kerja," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Pola ekspansi perusahaan minuman, imbuh dia, juga menggerakkan ekonomi di daerah karena pelaku usaha berusaha memperkuat pemasaran dengan mendekatkan produksi dan distribusi ke konsumen. Berdirinya pabrik dan pusat distribusi termasuk pergudangan menjadi buktinya.
Hal ini merupakan strategi perusahaan menjamin kontinuitas pasokan dan menjaga loyalitas konsumen mengingat banyaknya merek produk sejenis dan persaingan yang sengit. Lebih lanjut, Saleh mencermati, kehidupan bermasyarakat turut mendorong konsumsi minuman ringan yang terbilang unik. Produk minuman bahkan menjadi bagian dari interaksi sosial sehari-hari.
"Lihat saja, pada pesta perkawinan dan acara keluarga, minuman ringan selalu dihidangkan sebagai salah satu jamuan favorit. Selain air putih dan teh, juga ada minuman berkarbonasi atau yang lebih dikenal sebagai minuman soda," pungkas Saleh.
Sebagai informasi, kelompok industri minuman ringan meliputi minuman berkarbonasi, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), teh siap saji, minuman sari buah, kopi dan susu siap saji, serta minuman isotonik/suplemen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News