"Sanksinya, kegiatan dibatasi. Kegiatan terkait valas (usaha perdagangan valuta asing) atau terkait ATM, kami minta dibekukan dulu," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani dalam acara seminar dan penganugerahan Top 100 BPR 2019 di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2019.
Tak hanya itu, sambung dia, wilayah operasional BPR juga akan dibatasi pada tingkat kabupaten saja. "Kalau mau penguatan dari sekarang, kami akan dorong," tegas Aya.
Ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum BPR tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 5 Tahun 2015. Dalam regulasi tersebut, OJK menetapkan BPR yang memiliki modal inti di bawah Rp3 miliar wajib memiliki modal inti Rp3 miliar, paling lambat 31 Desember 2019.
Selanjutnya, BPR tersebut wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2024. Bagi BPR yang saat ini modal intinya sudah menyentuh angka Rp3 miliar atau kurang dari Rp6 miliar, wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2019.
Menurut Aya, sebagian besar BPR yang bermodal inti di bawah Rp3 miliar saat ini tidak memiliki usaha perdagangan valas dan ATM. Kepada mereka, OJK akan terus memantau penguatan internal dengan meningkatkan modal atau mengundang investor baru.
Berdasarkan data OJK, BPR yang masuk dalam kategori BPR Kegiatan Usaha (BPRKU) 3 dengan modal inti lebih dari Rp50 miliar sebanyak 52 BPR. Sementara, BPRKU 2 atau modal inti di antara Rp15 miliar sampai dengan Rp50 miliar mencapai 221 BPR.
Sedangkan jumlah BPRKU 1 atau modal inti di bawah Rp15 miliar sebanyak 1.324 BPR. Dari kategori BPRKU 1 tersebut, sebanyak 776 BPR bermodal inti di bawah Rp6 miliar dan sebanyak 397 BPR hanya punya modal inti di bawah Rp 3 miliar.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Riset, Surveilans, dan Pemeriksaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengharapkan agar BPR segera melakukan aksi merger. Langkah itu bertujuan untuk memperbesar kapasitas permodalan BPR di suatu daerah.
Selain meningkatkan kapasitas permodalan, merger diyakini membuat operasional BPR menjadi lebih efisien. Dari sisi kelembagaan juga akan menjadi lebih kuat. Sedangkan dari sisi pengawasan akan memudahkan OJK.
"Kalau bisa menjangkau nasabah banyak kan lebih bagus. Dari sisi operasionalnya akan lebih murah, fixed cost (biaya tetap) dan overhead cost-nya juga akan lebih murah dibandingkan kalau sendiri-sendiri," pungkas Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News