Tiga negara produsen karet alam terbesar dunia, yang menguasai 79 persen pangsa ekspor karet alam dunia, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia membahas dan melakukan upaya agar negara-negara produsen karet alam dapat mendisiplinkan diri untuk tidak membanjiri pasar. Sebab, dalam tiga tahun terakhir, harga karet mencapai titik terendah.
"Penurunan harga karet alam saat ini harus dapat kita perbaiki dengan cara pengelolaan suplai. Indonesia sebagai negara produsen kedua terbesar dengan sekitar 2,4 juta petani karet yang terlibat langsung, sangat berkepentingan dan harus mendapatkan harga yang layak," tutur Rachmat dalam siaran persnya, Kamis (20/11/2014).
Pertemuan tingkat Menteri ITRC ini dihadiri oleh Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand, Menteri Perdagangan RI, dan Menteri Perladangan Komoditi Malaysia. Selain itu, juga diundang Menteri Perdagangan dari Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) yang menguasai sekitar 10 persen produksi dunia.
Keadaan perkaretan dunia saat ini mengalami tekanan yang cukup berat, karena besarnya stok karet di tangan industri yang mencapai lebih dari 2,4 juta sehingga harga karet menjadi tertekan mencapai sekitar USD1,6/kg. Keadaan ini terus berlanjut di bulan November menjadi sekitar USD1,54 cent/kg. Harga tersebut sudah jauh di bawah biaya produksi yang mengakibatkan harga beli kepada petani karet juga mengalami tekanan.
Rachmat mengatakan bahwa semua negara produsen bersama dengan pelaku usaha harus bersatu melakukan sesuatu untuk mendongkrak harga karet pada tingkat yang menguntungkan baik untuk produsen maupun konsumen, paling tidak kembali pada tingkat harga pada tahun 2011.
Sementara itu, ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2010 mencapai USD7,3 miliar dan tahun 2011 melompat menjadi USD11,7 miliar. Namun, pada tahun 2013 turun menjadi USD6,9 miliar. Turunnya ekspor Indonesia tersebut karena sangat dipengaruhi harga. Tingginya nilai ekspor tahun 2011 karena harga karet alam yang cukup tinggi melebihi USD4/kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News