Sri Mulyani menyebutkan pemerintah telah memberikan tambahan dana sekitar Rp13 triliun untuk menambal defisit BPJS Kesehatan tahun lalu. Suntikan dana ini diberikan dengan menaikan iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) sejak Agustus.
"Sampai akhir 2019, bahkan jika meminta Perpres (kenaikan iuran) dibatalkan maka menteri keuangan yang sudah transfer Rp13,5 triliun di 2019, saya tarik kembali," kata dia dalam rapat gabungan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.
Jika kenaikan iuran dibatalkan sementara uang yang diberikan pemerintah sudah masuk, Sri Mulyani khawatir ini akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal suntikan dana pemerintah dimaksudkan untuk membuat BPJS Kesehatan tetap bisa menjalankan kewajibannya.
"Berarti BPJS Kesehatan dalam posisi blong (defisit) Rp32 triliun itu juga harus dilihat ya. Sebab PBI dan ASN, kami semua sudah masukkan di 2019. Kalau tidak jadi dinaikkan tapi jadi dibayarkan, ini akan jadi temuan BPK," jelas dia.
"PBI kita naiknya mulai Agustus, TNI, polri mulai Agustus juga, daerah masih bayarkan di tengah tahun. Anggaran kita ingin atur semua kebutuhan dan kepentingan ini, kita tahu jaminan kesehatan sosial harus didesain melalui tiga hal enggak bisa hanya lihat satu sisi tarif saja," lanjutnya.
Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh sebelumnya mengatakan pemerintah perlu membatalkan kenaikan iuran bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) atau mandiri dan peserta penerima bantuan iuran (PBI) kelas III. Hal ini sebagaimana hasil rapat yang dilakukan pada 2 September 2019 lalu
"Komisi IX intern sudah memutuskan akan kembali ke hasil rapat pada 2 september 2019, yakni meminta untuk menunda atau membatalkan kenaikan BPJS Kesehatan untuk PBPU dan PBI kelas III," kata dia dalam rapat gabungan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News