Seorang buruh sedang memuat buah kelapa untuk diekspor. (FOTO: ANTARA/Wahdi Septiawan)
Seorang buruh sedang memuat buah kelapa untuk diekspor. (FOTO: ANTARA/Wahdi Septiawan)

Berpotensi Besar, Saatnya Memperkuat Pertanian Kelapa

Ade Hapsari Lestarini • 16 Januari 2018 13:21
Jaakrta: Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko berharap pemerintah menguatkan sektor pertanian kelapa. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam industri kelapa ini untuk meningkatkan perekonomian.
 
"Produksi kelapa harus ditingkatkan. Karena produk kelapa dan produk turunan kelapa dapat meningkatkan perekonomian daerah dan perekonomian nasional," ujar Moeldoko, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Januari 2018.
 
Tercatat, terdapat 95 kabupaten di Indonesia yang menghasilkan kelapa dengan luas kebun kelapa masing-masing lebih dari 10 ribu hektare (ha). Petani kelapa di Indonesia mencapai dua juta orang dengan komposisi 98,93 persen adalah petani kecil. Sementara, Indonesia memiliki sekitar 3,5 juta ha kelapa, tetapi total produksi kelapa masih rendah.
Menurut data Kementerian Pertanian, rata-rata sentra produksi kelapa di wilayah Indonesia pada 2014-2016 adalah 14,34 persen dari Provinsi Riau, 9,14 persen dari Provinsi Sulawesi Utara dan 8,73 persen dari Provinsi Jawa Timur. Provinsi lain di Indonesia yang menjadi produsen kelapa adalah Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jambi, Jawa Barat, Maluku, Lampung, dan  33,83 persen di provinsi lainnya.
 
"Jika dibandingkan dengan India yang memiliki jumlah kebun lebih kecil, produksi kelapa Indonesia masih rendah. Kita perlu tata kelola perkebunan kelapa dan implementasi segera seperti percepatan pembibitan dan peremajaan pohon," papar dia.
 


 
Moeldoko mengungkapkan adanya tantangan besar untuk on-farming dan off-farming dalam pertanian kelapa. Untuk itu, dalam hal on-farming, Moeldoko mendukung percepatan peremajaan pohon, perbaikan pengolahan dan pendampingan petani.
 
"Sedangkan dalam hal off-farming, pembentukan organisasi untuk saling membantu dan penguatan kapasitas petani serta kemudahan akses permodalan harus didukung," tegasnya.
 
Moeldoko berpandangan, ada beberapa isu strategis dalam perkebunan kelapa. Yaitu keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia. Sebagai negara kepulauan di khatulistiwa yang memiliki iklim dan kontur tanah yang cocok untuk kelapa seharusnya dapat menjadikan Indonesia menjadi produsen kelapa terbesar di dunia.
 
"Linkage antara petani dan industri yang belum efektif, sehingga belum dapat membentuk sinergi yang dapat mengefisienkan pasar dengan kerja sama win-win solution, diversifikasi, dan diferensiasi produk turunan dari kelapa yang membutuhkan percepatan adopsi teknologi dan inovasi industri yang dapat meningkatkan nilai jual kelapa," paparnya.
 
Selain itu, lanjut Moeldoko, penyelesaian status hukum tanah yang sebagian masih dalam kawasan hutan, disarankan untuk segera diselesaikan.
 
"Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 88 tahun 2017 tentang Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Hal ini juga bermanfaat memudahkan akses terhadap permodalan," tegas Moeldoko.
 


 
Moeldoko menjelaskan, kelapa merupakan tanaman yang hampir seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan secara komersial mulai dari batang pohon, buah, sabut, tempurung, hingga air kelapa. Produk-produk yang dapat dihasilkan dari buah kelapa banyak diminati karena nilai ekonominya yang tinggi. Di antaranya adalah Coconut Crude Oil (CCO), Virgin Coconut Oil (VCO), activated carbon (AC), coconut fiber (CF), coconut charcoal (CCL), serta oleokimia yang dapat menghasilkan asam lemak, metal ester, fatty alkohol, fatty amine, fatty nitrogen, glyserol, dan lain-lainnya.
 
Sementara itu, daun, sabut, dan batang kelapa juga merupakan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga (furnitur) seperti keset, sapu, spring bed, matras, dan anyaman lain yang prospektif untuk dikembangkan.
 
"Potensinya sangat luar biasa untuk bisa memberikan manfaat masyarakat. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi eksportir terbesar kedua setelah India. Nilainya sangat tinggi," tegas Moeldoko.
 
Nilai ekspor kelapa tercatat sebesar USD510,14 juta di 2010, yang berlipat menjadi USD1,21 miliar di 2014. Indonesia merupakan eksportir kelapa dan sabut kelapa kedua terbesar di dunia setelah India. Pada 2014, kontribusi Indonesia mencapai 20,16 persen dari total nilai ekspor dunia. Peningkatan kinerja ekspor produk minyak kelapa, khususnya untuk pasar dunia masih sangat terbuka.
 
Berdasarkan data Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), total kebutuhan kelapa secara nasional pada 2015 sebanyak 14,63 miliar butir kelapa atau senilai USD3,53 miliar. Sebanyak 1,53 miliar butir kelapa atau 10 persen untuk konsumsi rumah tangga, 3,5 miliar butir atau 24 persen untuk pasar ekspor, dan selebihnya dipergunakan untuk bahan baku industri pengolahan. Sementara untuk rata-rata produksi kelapa per tahun diperkirakan 12,9 miliar butir kelapa.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AHL)



LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif