Dari portofolio pembelinya, 29 persen green bond dibeli oleh green investor dan 71 persen dibeli oleh investor reguler. Dari preferensi pembeli dan dihubungkan dengan proyeknya, green bond Indonesia belum benar-benar menggambarkan sebagai green bond.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Seminar Sustainable Finance and Development in Emerging Markets: Challenges and Opportunities yang diselenggarakan oleh Bloomberg Emerging dan Frontier Forum 2019 di London, Inggris.
"Agar bisa menarik minat para investor green bond, format compliance, dan format pelaporannya harus disimplifikasi. Selain itu, pentingnya regulasi dan melihat ke tempat lain bagaimana membuat instrumen," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019.
Sri Mulyani mengajak pihak swasta untuk bisa mendorong pasar. Oleh karena itu, partisipasi swasta dikaitkan dengan preferensi pembeli dan direfleksikan dengan harga yang memiliki sinyal kuat.
Sementara itu, investor juga mendorong Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan lagi green bond. Namun, dari beberapa pertemuan, ada pertanyaan terkait bottom line dari keuangannya.
Meskipun penerbitan green bond di investor lokal sangat membanggakan, Sri Mulyani harus bisa meyakinkan manajer investasi internasional terkait pertanyaan ke negara mana sebaiknya investasi dan untuk instrumen apa.
"Hal Ini menjadi critical. Harga memegang peran penting, tetapi stabilitas negara memegang peran yang tidak kalah penting dalam carbon market, dan carbon price," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News