"Kami akan mengedepankan kepentingan nasional kepada sektor publik, kepada industri bahwa UMKM ini yang paling terkena dampaknya. Jadi harus diberikan insentif (supaya) mereka (UMKM dalam negeri) berdaya," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Roy Sparringa saat konferensi pers kinerja Badan POM 2014 dan Outlook 2015, di Gedung Badan POM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Senin (12/1/2015).
Roy menjelaskan, BPOM memiliki agenda dalam menghadapi MEA 2015. BPOM sudah membentuk empat kelompok kerja, dimana salah satunya terkait dengan pengendalian obat, makanan olahan, kosmetik, obat tradisional dan suplemen.
Roy menilai, BPOM mempunyai komitmen, di pasar ASEAN yang terintegrasi dan mempunyai peluang besar ini, pihaknya akan melakukan perlindungan terhadap UMKM. Sebab, UMKM merupakan pihak yang paling terkena dampak dari perdagangan tingkat ASEAN tersebut.
Selain itu, BPOM juga akan melakukan peningkatan pengawasan pada post-market. "Post-market artinya, begitu masuk produknya ke Indonesia, tentu post-market kita harus sampling, kita harus uji. Kalau tidak, tentu tidak sesuai dengan aturan, itu bisa kita tolak," tutur Roy.
Sebelumnya, di tahun 2014, BPOM telah menerbitkan 8.082 persetujuan obat, 2.137 persetujuan obat tradisional, 812 persetujuan suplemen kesehatan, 15.396 persetujuan pangan, dan 36.642 notifikasi kosmetika, dimana saat ini jumlah persetujuan obat dan makanan dalam negeri lebih banyak dibandingkan impor.
Namun, untuk produk kosmetika, jumlah notifikasi produk impor lebih banyak dibandingkan produk dalam negeri. Peningkatan produk impor ini perlu mendapat perhatian, terutama menjelang MEA 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News