Ilustrasi -- FOTO: Antara/Gunawan Wibisono
Ilustrasi -- FOTO: Antara/Gunawan Wibisono

Bagi Buruh, Usulan Jaminan Pensiun Menkeu Layaknya Dagelan

Intan fauzi • 05 Juni 2015 14:49
medcom.id, Jakarta: Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali menggelar aksi di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ini aksi ketiga dari rencana aksi selama sepekan.
 
Tuntutan yang disampaikan adalah meminta menteri keuangan (Menkeu) jangan mengganjal pelaksanaan jaminan pensiun pada 1 Juli 2015 dengan cara membuat usulan iuran pensiun tiga persen.
 
"Dan manfaat pasti pensiunnya hanya 20-30 persen dari upah terakhir. Bahkan statement Kemenkeu bahwa usulan tersebut sudah lebih baik dari usulan iuran dari Apindo yang hanya 1,5 persen dengan manfaat pensiun 20 persen dari upah terakhir," tutur Presiden KSPI Said Iqbal, dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat (5/6/2015).

Said menambahkan, kedua usulan tersebut bagi buruh hanyalah dagelan dan basa-basi agar program jaminan pensiun berjalan seadanya dan sekadar menggugurkan kewajiban UU, bukan untuk mensejahterakan rakyat dan buruh.
 
"Inilah watak neolib yang hanya mengumpulkan uang rakyat sebanyak-banyaknya, tapi mengembalikan manfaat pensiun sekecil-kecilnya. Oleh karena itu buruh menuntut kepada Presiden Jokowi untuk menandatangani RPP Jaminan Pensiun paling lambat pertengahan Juni ini," jelasnya.
 
RPP Jaminan Pensiun tersebut berisi iuran jaminan pensiun 10-12 persen, yaitu pengusaha 7-9 persen dan buruh tiga persen. Lalu manfaat pasti pensiun yang diterima buruh saat usia pensiun sampai meninggal menerima bulanannya sebesar 60 persen dari upah terakhir.
 
Dia melanjutkan, buruh pun setuju dengan usulan menaker dan DJSN yang menyebutkan iuran pensiun delapan persen asalkan manfaat pasti pensiunnya 60 persen dari upah terakhir (bukan 30-40 persen), karena total dana pensiun yang terkumpul Rp2.500 triliun pada 2030.
 
"Sehingga ada kecukupan dana untuk membayar jaminan pensiun secara berkesinambungan. Bukan seperti cara Kemenkeu dan Apindo yang ingin membodoh-bodohi buruh dan rakyat," tegasnya.
 
Lalu buruh meminta pemerintah untuk tetap memberi ruang kepada penyelenggara jaminan pensiun swasta (DPPK dan DPLK) asalkan nilai iuran dan manfaat pasti pensiun kepada buruh jauh lebih baik dari apa yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan dan buruh harus ada di Dewan Pengawas DPPK/DPLK.
 
"Buruh mendesak Presiden Jokowi menolak usulan Kemenkeu dan Apindo tentang nilai iuran dan manfaat pasti pensiun tersebut karena bersifat neolib dan merugikan buruh. Karena jaminan pensiun adalah program jaminan sosial bukan bisnis," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan