Illustrasi. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.
Illustrasi. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

Lemahnya Daya Saing Jadi Hambatan Indonesia di TPP

Husen Miftahudin • 01 Juni 2016 18:58
medcom.id, Jakarta: Usaha Presiden Joko Widodo untuk ikut serta Indonesia dalam kesepakatan kerja sama perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP) harus melalui jalan berliku. Rendahnya daya saing menjadi hambatan utama Indonesia untuk bergabung dalam TPP.
 
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Syarief Hidayat mengakui pemerintah harus mengkaji lebih dalam untung rugi keikutsertaan Indonesia di TPP. Selain soal lemahnya daya saing, menurut dia, hal lain yang perlu ditingkatkan pemerintah agar tak hanya jadi penonton di TPP adalah harga energi industri.
 
"Sekarang pemerintah membahas bagaimana industri itu bisa maju. Tak ada cara lain, ya harus bergerak semua. Kita lemah di daya saing, itu harus diteliti dan ditingkatkan. Selain itu soal energi yang mahal, itu harus murah (harga energi)," ujar Syarief dalam Forum Group Discussion Forwin di kantor Kemenperin, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (1/6/2016).

Dia mengungkapkan bahwa peluang menggarap pasar perdagangan di TPP cukup besar. Namun itu bakal terealisasi jika pemerintah dan stakeholders berbenah bersama. Kebijakan-kebijakan yang mendorong dunia industri harus dikeluarkan oleh pemerintah, sementara para industri juga harus menggenjot produksi sesuai klasifikasi permintaan pasar.
 
"Misalnya ada Inpres (Instruksi Presiden) terkait harga gas untuk meningkan daya saing industri, itu jadi peran pemerintah. PR (Pekerjaan Rumah) industri dalam menggenjot produksi harus pula diselesaikan agar kita bisa meraih peluang dari potensi besar yang ada di TPP," imbuh dia.
 
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan mengaku harus menyiapkan aturan untuk mendorong perkembangan industri. Belajar dari pengalaman keterpurukan Indonesia saat masuk dalam perdagangan bebas tingkat ASEAN.
 
"Jadi kita jangan hanya menyiapkan industrinya, tetapi juga harus menyiapkan aturannya. Ini yang kemarin kita jelek di ASEAN karena kita belum siap di mana-mana," ungkapnya.
 
Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas mengatakan, yang paling penting dari skema kerja sama TPP adalah keuntungan dan kerugian yang bisa diperoleh bangsa Indonesia. IOI mendukung upaya pemerintah untuk mengkaji secara mendalam dampak dari keterlibatan Indonesia dalam TPP.
 
"Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan akademia akan memperkuat industri yang berdaya saing, berteknologi tinggi seperti otomotif agar dapat memperoleh keuntungan dari TPP," pungkas Made dalam kesempatan terpisah.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan