"Ini akan kita bicarakan dengan BI pada rapat dengar pendapat yang akan kita lakukan nanti," ujar Amir, dalam Primetime News, Selasa 19 September 2017.
Menurut Amir, aturan memberlakukan biaya tambahan untuk isi ulang uang elektronik, bukan tidak mungkin akan membuat masyarakat berpikir ulang untuk menggunakan e-money. Jika hal ini terjadi maka kebijakan yang diambil BI dianggap tak sesuai dengan apa yang menjadi keinginan BI dan harapan masyarakat.
Amir mengatakan kalaupun BI memaksa akan memberlakukan aturan tersebut, Dia menyarankan agar BI memilah mana konsumen yang bisa dikenakan biaya top up dan mana yang tidak. Segmentasi ini disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
"Yang kedua tidak boleh juga misalnya seluruh jalan tol tidak menerima uang rupiah. Harus dibukakan ruang bagi masyarakat yang belum paham e-money untuk bertransaksi tunai. Kalau tidak akan menimbulkan persoalan baru," katanya.
Pertimbangan selanjutnya, kata Amir, kebijakan ini diduga merupakan sistem business to business antara bank dan penyelenggara transaksi. Semestinya, jika polanya demikian maka bukan masyarakat yang harus diberi beban menambah dana untuk investasi maupun kelengkapan infrastruktur.
Menurut Amir masyarakat sebagai pihak ketika seharusnya diberikan kemudahan dalam proses pelayanan ini. Hal inilah yang kemungkinan akan lebih diperjelas ke Bank Indonesia terutama Peraturan Bank Indonesia yang akan dikeluarkan pada akhir September ini.
"Saya kira isi (aturan) nya saja yang penting. Karena bagaimanapun kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan PBI terkait pembayaran ini jangan sampai menjadi beban baru bagi masyarakat atau merugikan konsumen," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id