Artinya posisi garam tidak seperti halnya gula, beras, hingga hasil peternakan seperti daging. "Kita akan memasukkan kembali garam ke Perpres itu agar garam menjadi barang penting sehingga harga ecerannya bisa dibuat. Jadi tidak bisa lagi harga itu di bawah dari harga yang kita tentukan nanti,” kata Luhut, seperti dikutip dari Antara, Jumat, 26 Juli 2019.
Mantan Menko Polhukam itu meyakini adanya harga eceran terendah atau semacam harga pokok penjualan garam akan dapat mengurangi gejolak yang terjadi setiap kali harga garam rakyat anjlok di pasaran. Garam dikeluarkan dari kategori kebutuhan pokok dan barang penting karena konsumsi per kapitanya yang hanya 3,5 kg per tahun dan tidak memengaruhi inflasi.
Padahal, garam merupakan salah satu bahan baku bagi sekitar 400 industri. Belum lagi garam juga menjadi salah satu penopang hidup bagi para petambak garam. Dalam rakor tentang garam yang dihadiri Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu, pemerintah memutuskan untuk mendorong peningkatan kualitas garam.
Pemerintah juga mendorong adanya perbaikan penilaian standar garam agar bisa lebih optimal diserap industri. "Sekarang garam itu ada K1, K2, K3. Nah garam K1 itu juga ada masalah di mana standarnya itu masih ada beda pendapat antara pembeli dengan produsen. Sekarang kita akan perbaiki itu,” tuturnya.
Pemerintah, lanjut Luhut, juga akan mendorong diversifikasi produk agar garam busa memiliki nilai tambah. Menurut dia garam bisa diolah menjadi produk bernilai tambah misalnya dengan dijadikan garam spa.
Sementara itu, Menperin Airlangga mengatakan salah satu langkah yang dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas garam rakyat adalah dengan memperbaiki infrastruktur bagi petambak garam. Perbaikan infrastruktur meliputi perbaikan jalur air, akses transportasi hingga fasilitas pendukung seperti luasan lahan dan geomembran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News