Kepala Kajian Makro LPEM UI Febrio Kacaribu mengungkapkan dampak wabah virus korona dapat mengoreksi tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 10-30 bps di 2020.
"Kami memandang Bank Indonesia sebaiknya memangkas suku bunga kebijakan sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen bulan ini," kata Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Kamis, 20 Februari 2020.
Menurut Febrio, besarnya dampak tersebut akan bergantung pada respons kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, serta lama waktu berlangsungnya wabah mematikan ini. Pemerintah dapat mendorong permintaan agregat dalam jangka pendek belanja sosial dan transfer daerah sebagai bentuk antisipasi perlambatan ekonomi.
"Wabah ini berpotensi membawa beberapa dampak terhadap perekonomian Indonesia melalui tiga jalur yakni, pasar keuangan, sektor riil, dan sektor pemerintah," ungkap dia.
Sementara itu, tingkat inflasi rendah dapat mendukung kebijakan bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter yang akomodatif. Tercatat inflasi inti tahunan dan bulanan relatif stagnan pada 2,88 persen (yoy) dan 0,18 persen (mtm) mencerminkan permintaan agregat yang masih terus melemah.
"Inflasi yang rendah sebagian besar juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga bahan bakar dan turunnya harga tiket pesawat setelah berakhirnya periode perayaan akhir tahun," tambah Febrio.
Di sisi lain, pengaruh wabah korona terhadap nilai tukar tercermin dalam mata uang negara-negara Asia. Febrio menyebut hampir semua mata uang mengalami depresiasi, kecuali Rupiah dan Peso Filipina. Mata uang Garuda terapresiasi sebesar 1,5 persen lantaran didorong oleh kondisi makroekonomi yang stabil.
"Di tengah ancaman berkurangnya likuiditas perbankan, Bank Indonesia telah mengintervensi pasar keuangan melalui beberapa suntikan dana di pasar obligasi, valas, dan DNDF untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News