"Perubahan UU perlindungan konsumen harus dapat menghadirkan Negara sebagai pelindung bagi setiap warga negaranya sesuai amanat UUD 1945," kata Rizal di Kampus UI Depok, dikutip dari Antara, Rabu 22 Maret 2017.
Ia mengatakan, sejumlah realitas dinamika pasar tidak lagi dapat diakomodasi oleh UU yang telah berusia hampir 20 tahun itu. Di sisi lain, meskipun UU itu termasuk salah satu regulasi perintis dalam tatanan sistem kelembagaan pascakrisis 1997-1998, namun implementasinya masih sangat jauh dari yang diharapkan.
"Setidaknya tiga poin utama dalam substansi yang belum terwujudkan dari UU Nomor 8 Tahun 1999," jelasnya.
Pertama, kata Rizal, UU itu ada tapi tidak nyata atau tidak dirasakan sama sekali oleh masyarakat. Faktanya adalah masyarakat yang tidak lain adalah konsumen tetap berada sebagai kelompok inferior. Kedua adalah kelembagaan perlindungan konsumen (institusionalisasi), dan Ketiga adalah penegakan dan kepastian hukum perlindungan konsumen.
Untuk itu, lanjutnya, perubahan UU Perlindungan Konsumen perlu segera direspon dengan bijak. Perubahan UU itu perlu mengakomodasi berbagai perkembangan zaman dan pasar yang dinamis. Perubahan UU Perlindungan Konsumen sebaiknya disusun secara komprehensif dan holistik.
Komprehensif artinya mencakup perspektif filosofis, historis, yuridis dan memayungi seluruh sektor yang ada. Holistik mengandung makna soliditas regulasi yang utuh dan tidak terpisahkan dari sistem hukum yang ada di Indonesia.
Menurut dia, perubahan UU itu perlu memperhatikan/mencermati sejumlah regulasi lintas sektor, lintas fungsi, sehingga mengeliminir berbagai tumpang tindih atau bahkan kontradiksi yang berpeluang terjadi.
Kemudian institusionalisasi upaya perlindungan konsumen atau sisi kelembagaan perlindungan konsumen perlu diperkuat dengan memberi ruang yang memadai bagi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 8/1999.
Memperkuat kelembagaan perlindungan konsumen artinya memperkuat institusi resmi yang diakui UU dalam upaya perlindungan konsumen (yakni BPKN). Sayangnya lembaga ini belum dapat berbuat banyak meskipunn telah ada sejak 12 tahun lalu.
Hal penting lainnya dalam perubahan UU perlindungan konsumen adalah mempertegas penegakan hukum perlidnungan konsumen.
Perlakuan small claim tribunals dan alternative dispute resolution sebagaimana yang diamanatkan dalam resolusi PBB Nomor 39/248 Tahun 1985 dan kemudian dimuktahirkan tahun 2016 (atau dikenal dengan UN Guidelines for Consumer Protection) perlu dipahami dengan utuh. Artinya penerapan mekanisme ini tetap mempertimbangkan landasan filosofis dari perlakuan hukum tersebut yang tidak lain adalah efisiensi dan efektivitas.
"Kita berharap semoga perubahan UU perlindungan konsumen ini dapat segera direspon oleh Pemerintah dengan tanpa mengabaikan hal-hal yang substansial dan tidak hanya sekedar seremonial," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id