"Selain itu saya juga berharap kepada Michelin agar mendorong beberapa kerjasama seperti membantu standardisasi ban agar akses pasar ban keluar negeri makin luas. Mengembangkan bisnis retreading tyre atau yang lebih dikenal sebagai vulkanisir. Sedangkan ketiga, Michelin dapat membantu pemanfaatan ban bekas," ujar Saleh, ditemui di kantornya, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (6/5/2015).
Sementara itu, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kemenperin Harjanto menambahkan, bisnis vulkanisir ban dikhususkan untuk ban pesawat terbang. Maka itu, sebagai produsen ban dunia yang telah mengembangkan bisnis vulkanisir ban di Thailand, diharapkan Michelin membangun bisnis serupa di Indonesia.
Dia juga meluruskan persepsi publik yang cenderung apriori terhadap ban hasil vulkanisir. "Di industri pesawat seluruh dunia, hal ini sudah berkembang lama. Bukan hanya untuk menekan cost tapi juga demi kepentingan lingkungan," lanjut Harjanto.
Saleh berharap, teknologi dan keahlian Michelin dapat membantu pengembangan industri vulkanisir ban pesawat di Indonesia sekaligus mengikis persepsi negatif selama ini. Apalagi, industri manufaktur pesawat dan industri transportasi udara terus berkembang.
"Kita juga meminta Michelin membantu pemanfaatan ban bekas untuk diolah menjadi unsur pembangunan jalan. Jadi, infrastruktur kita menggunakan limbah sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan," papar dia.
Dia memperhitungkan, saat ini terdapat 80 juta kendaraan bermotor roda dua sehingga total ada 160 juta ban. "Dengan rata-rata pemakaian selama 1,5 tahun sampai dengan dua tahun, maka akan banyak limbah ban bekas yang dapat dimanfaatkan," pungkas Harjanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News